Sabtu 06 Jul 2019 08:10 WIB

Medsos dan Hilangnya Rasa Malu Anak

Perlu menjaga anak dari medsos dengan memiliki rasa malu

Agung Sasongko
Foto: dok. Republika
Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*

Sungguh perihatin melihat perkembangan sosial media sekarang ini. Meski perlu diapresiasi banyak konten yang menyajikan hal-hal positif, namun, tak dipungkiri konten negatifnya pun tak kalah banyak. Belum lagi hujan komentar dari netizen yang menambah panas. Akankah sosial media ini akan menjadi liar di masa depan?

Penulis kerap merenung, sebenarnya teknologi ini lahir sebagai bentuk komunikasi modern. Jarak tak lagi menjadi masalah. Percakapan tatap muka bisa dilakukan. Artinya jauh lebih baik ketimbang masa lalu. Dahulu, untuk komunikasi tatap muka butuh waktu, tenaga, dan biaya. Sekarang modal ini dipangkas demikian rupa sehingga hanya perlu biaya pulsa.

Lantas mengapa, teknologi yang memiliki tujuan mulia ini justru tercemar hal-hal negatif. Bahkan tak jarang membuat penulis mengelus dada. Kok bisa, kira-kira begitulah ucapan yang terlontar spontan ketika melihat lini massa sosial media.

Satu kesempatan berdialog dengan seorang motivator Abdul Muid Badrun, memang pendidikan akhlak jadi modal untuk tidak terjebak dari hal negatif sosial media. Pendidikan akhlak ini yang perlu disiapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Tak perlu anti, tapi perlu bekal agar mampu membentengi diri.

Hal senada juga diungkap Praktisi Pendidikan Karakter Anak, Ustaz Hasan Basri Tanjung. Ketua Yayasan Dinamika Umat yang membawahi SD-SMP IT Dinamika Umat ini menganalogikan pendidikan ini ibarat sebuah pohon. Sebagai orangtua, kita jangan seperti pohon yang berbuah musiman. Apalagi menjadi pohon berbuah racun, yang luarnya memesona tapi dalamnya berbisa dan mematikan. Namun, jadilah pohon kurma yang berbuah sepanjang musim.

Dikatakan Ustaz, pohon kurma itu memiliki empat karakteristik, yakni berbuah sepanjang musim, tumbuh di tempat yang baik, buahnya kaya gizi, dan tak ada yang terbuang. Produk dari pohon kurma ini nantinya akan dicari dan dinanti. Menjadi teladan bagi masyarakat karena semua yang lahir dari dirinya tak ada yang terbuang percuma Sikap, kata dan lakunya selalu memberi makna dan mencerahkan.

Pakar Alquran Ahsin Sakho dalam tulisanya yang dimuat Republika mengatakan bahwa keluarga merupakan pondasi utama untuk mendidik ahlak dan nilai agama anak-anak mereka. Pondasi ahlak yang kuat akan menjadikan seorang anak yang memiliki sikap dan etika yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

Pondasi itu salah satunya sikap malu. Dalam salah satu hadist, Nabi bersabda, ''Bila tak malu, maka kerjakan apa yang Anda sukai.'' Sifat malu berkaitan sekali dengan sifat akhlakul karimah, karena 'malu' bersangkut paut dengan harga diri dan kehormatan.

Rasulullah saw menjelaskan: ''Malu tidak menghasilkan kecuali kebaikan.'' Dari sifat terpuji tersebut timbullah sifat sabar, yakni dapat mengendalikan diri ketika hati mendidih. Kesucian pun terjaga, sehingga yang bersangkutan dapat melepaskan diri dari hal fahsya dan munkar.

Rasa malu inilah yang sudah menghilang.Contohnya sudah banyak, lagi-lagi di sosial media. Tak lagi rasa malu berkomentar buruk, menyalahkan orang lain, memaki-maki orang, dan banyak hal buruk lain. Idealnya, dengan adanya rasa malu ini, merasa malu dilihat oleh masyarakat, diri sendiri, dan terutama oleh Allah swt maka tidak akan ada hal yang terjadi seperti sekarang.

Rasulullah bahkan sangat tegas soal rasa malu ini. Berdasarkan riwayat Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, ''Sesungguhnya Allah SWT bila berkehendak menjatuhkan seseorang, maka Allah cabut dari orang itu rasa malunya. Ia hanya akan menerima kesusahan (dari orang banyak yang marah kepadanya). Melalui ungkapan kemarahan itu, hilang pulalah kepercayaan orang kepadanya. Bila kepercayaan kepadanya sudah hilang maka ia akan jadi orang yang khianat. Dengan menjadi khianat, dicabutlah kerahmatan dari dirinya.

Ini menjadi peringatan bagi kita semua. Tercabutnya rasa malu akan melahirkan kejahatan, kebencian, dan kemaksiatan. Karenanya penulis mengajak para orangtua untuk mendidik rasa malu kepada anak-anak kita. Tantangan ke depan tidaklah mudah. Bekal perlu disiapkan agar tak sesat di jalan. Masa depan yang seharusnya gemilang justru surut terbenam. Sudikah kita melihat anak-anak kita jadi bagian dari kalangan yang tak tahu rasa malu.

Apalagi saat ini, sosial media telah menjadi bagian dari kehdupan manusia di era modern. Ada adab yang perlu kita jaga. Hal sepele tapi berdampak besar. Sudah banyak contoh, hanya gara-gara status hilang tali silaturahim. Hanya gegara, tidak suka dengan tetangga atau kerabat lalu unggah status di sosial media, Sudah menambah konflik, hilang pula tali persaudaraan. Sudah seharusnya sosial media ini dimanfaatkan untuk memperkuat tali silaturahim dan menjaga rasa malu. Karenanya,  penulis melihat ini menjadi tanggung jawab bersama. Dan itu dimulai dari elemen terkecil yakni keluarga. Wallahualam bis shawab.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement