Ahad 16 Jun 2019 10:12 WIB

Siapa Sebenarnya yang Dimaksud Wahabi?

Istilah Wahabi saat ini membuat fobia masyarakat.

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab (tengah).
Foto:

Tak mengafirkan

Dakwah salafiyah sejatinya juga tidak mengafirkan seorang pun dari kaum Muslim, kecuali bila orang itu melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Karena, ada sabda Rasulullah SAW, "Barang siapa yang berkata kepada saudaranya (Muslim), 'Wahai kafir', maka pengafiran ini akan kembali kepada salah satu dari keduanya. Jika dia benar dalam pengafirannya (maka tidak mengapa), tapi jika tidak, ucapan itu akan kembali kepadanya." [HR al-Bukhari).

Jadi, perkataan Syekh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Najdi (kakak kandung Muh bin Abd Wahab) dalam kitab al- Shawaiq al-Ilahiyah fi al-Raddi ‘ala al- Wahabiyah poin ke-4 yang Mohammad Khoiron kutip bahwa "Muhammad bin Abdul Wahab mengafirkan lawan polemik dan umat Islam yang tidak sejalan dengannya" perlu dikaji ulang. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya yang lain, Mushlih Mazhlum, hlm 48-50 menyebut bahwa kakaknya menurut beliau telah rujuk dan bertobat akan perkataannya itu. Hal ini telah dikatakan juga oleh Ibn Ghonnam, Ibn Bisyr, dan Dr Muh bin Saad as-Syuwair dalam makalahnya "Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh Muftaro ‘Alaihi" yang dimuat di majalah Buhuts Islamiyyah edisi 60/Tahun 1421 H.

Dan, tuduhan lain bahwa "ilmu fikih dianggap setan berupa manusia karena bisa berbuat syirik" itu di kitab mana? Di kitabnya, Majmu’ah Muallafat Syaikh: 5/11, 12, dibantah tuduhan itu sebagaimana dalam suratnya kepada penduduk Qashim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim) dan berlepas diri dari tuduhan itu.

"Allah mengetahui orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam keislaman, aku mengafirkan orang yang bertawasul kepada orang-orang saleh, aku mengafirkan al-Bushiri, aku mengafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah'. Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Mahasuci Engkau ya Rabb kami, sesungguhnya ini kedustaan yang amat besar."

Idealnya sebagai Muslim terus haus mempelajari agama ini dari sumber asli, Alquran dan as-Sunah menurut pemahaman para sahabat. Dan, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab ini ialah mujadid pelopor dakwah Suni yang lurus dan murni.

Sebagai kesimpulan, dakwah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum termasuk dalam firqah Khawarij, mudah mengafirkan pelaku maksiat (dosa besar), membangkang dan memberontak terhadap pemerintah Islam, dan keluar dari jamaah kaum Muslim. Termasuk kategori ini adalah Khawarij generasi awal (Muhakkimah Haruriyah) dan sempalannya, seperti al-Azariqah, ash-Shafariyyah, dan an-Najdat—ketiganya sudah lenyap—dan al-Ibadhiyah—masih ada hingga kini.

Maka, bisa saja Khawarij muncul di sepanjang masa, bahkan betul-betul akan muncul pada akhir zaman, seperti kelompok sesat nan keji, ISIS, yang marak diberitakan saat ini. (HR al-Bukhari No 6930, Muslim No 1066).

Syekh Muhammad Abdul Wahhab (Ahlus Sunnah wal Jamaah) berkata dalam salah satu kitabnya, "Segala puji dan karunia dari Allah serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah ta’ala telah memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Alhamdulillah aku bukanlah orang yang mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan atau ajaran orang filsafat. Tetapi, aku mengajak hanya kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada Sunah Rasul-Nya yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku berharap tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku."

Adapun tuduhan buruk kepada dakwah Syekh Muhammad Abdul Wahhab berasal dari (sebagian) tokoh agama yang tidak suka dakwah salafiyah yang tegas ini. Mereka memutarbalikkan kebenaran. Yang hak dikatakan bathil, begitu pula sebaliknya.

Mereka masih yakin jika mendirikan bangunan dan masjid di atas kuburan, bertawasul doa meminta bantuan kepada mayit, dan semisalnya masih bagian dari ajaran Islam. Dan barang siapa yang mengingkarinya, akan dianggap membenci orang-orang saleh dan para wali. Hal ini yang keliru. Bisa karena kejahilan, bisa juga karena taklid buta akan ajaran nenek moyang dan qila wa qala (katanya-katanya) yang tak mendasar.

Mereka tak siap menerima tegasnya hadist larangan berbagai macam bid’ah dengan masih mempertahankan akar tradisi budaya yang tak mau dihilangkan walau itu menyelisihi sunah. Atau karena beda pemahaman akan bid’ah dan cara beragamanya.

Maka itulah, barang siapa ingin mengetahui secara utuh pemikiran dan ajaran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, ada baiknya lebih objektif lagi membaca kitabnya, seperti Kitab Tauhid, Kasyfu as-Syubhat, Usul ats-Tsalatsah. Janganlah kita gegabah menuduh atau mengklaim sesuatu yang bisa jadi belum benar keabsahannya. Karena, bisa jadi kita terjebak, sadar atau tidak sadar, pada dosa fitnah. Wallahu ta’ala a’lam.

TENTANG PENULIS

SEPTIAWAN ARDIANSYAH, Penuntut Ilmu, Majelis Nashirusunnah Depok, Jawa Barat

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement