Senin 13 May 2019 02:02 WIB

Berkah Ramadhan Bagi Ekonomi Kita

Konsumsi Ramadhan sebaiknya tidak dilakukan secara berlebihan.

Friska Yolandha
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolandha*

Ramadhan adalah bulan yang paling ditunggu umat Islam seantero bumi. Bulan Ramadhan menjadi ladang ibadah bagi umat Muslim, serta menjadi momen berbagi rezeki kepada dhuafa.

Tak hanya bagi individu, Ramadhan juga menjadi ladang rezeki bagi negara. Ramadhan sering disebut-sebut sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari tingginya konsumsi. Pertumbuhan ekonomi terdongkrak pada masa Ramadhan karena pada waktu itu perputaran uang bergerak sangat cepat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, lebih dari separuh atau sekitar 55,74 persen dari pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Momen Ramadhan, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, akan mendorong konsumsi. Sehingga, pertumbuhan ekonomi kuartal II nanti akan terdongkrak sedikit.

Bank Indonesia (BI) mencatat, kebutuhan uang selama Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini mencapai Rp 217, 1 triliun. Jumlah ini diperkirakan naik 13,5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi mengatakan, kenaikan ini merupakan rata-rata yang terjadi sejak lima tahun terakhir.

Ke mana uang ini bergerak? Hal paling sederhana yang dapat kita lihat adalah bermunculannya pedagang takjil dadakan di depan rumah. Mereka adalah salah satu unsur yang turut mendongkrak ekonomi. Pun kita sebagai konsumen yang menikmati takjil tersebut.

Aktivitas jual-beli takjil ini tak bisa dibilang remeh. Perputaran uangnya cukup besar. Anggaplah seorang pedagang menyiapkan menu berbuka  puasa berupa kolak pisang. Per bungkus dijual Rp 10 ribu. Apabila penjual tersebut menyiapkan 50 gelas kolak, penjualannya bisa mencapai Rp 500 ribu, jika semua terjual. Jika dalam satu kawasan ada lima orang penjual kolak, peredaran uang di kawasan itu bisa mencapai Rp 2,5 juta. Itu baru jualan kolak, belum jual gorengan, es kelapa muda, kue basah dan lain-lain. Itu juga baru di satu kawasan kecil, belum di kompleks sebelah, atau bahkan di pasar yang skalanya lebih besar.

Sudah dapat undangan buka bersama dari kawan SD, SMP, SMA, kuliah, geng solehah, geng hedon, tim hura-hura? Buka bersama ini juga menjadi salah satu yang mendorong konsumsi. Makanan dipesan, dibagikan secara gratis, sosialisasi dan berkumpul. Ini semua menjadi motor ekonomi Ramadhan.

Tak hanya makanan, pertumbuhan ekonomi Ramadhan juga ditopang oleh penjualan pakaian, penganan Lebaran, serta tiket angkutan mudik. Mudik sudah menjadi tradisi setiap Lebaran tiba dan perputaran uang saat arus mudik pun pasti tinggi, mulai dari permintaan jasa angkutan transportasi, permintaan makanan on the road serta permintaan bahan bakar minyak (BBM).

Jumlah uang yang bertambah mendorong meningkatnya permintaan. Dari mana penambahan uang ini? Jawabannya adalah tunjangan hari raya.

Ramadhan memberikan dampak ekonomi positif baik bagi individu maupun negara. Namun, ekonomi positif ini tetap harus dikelola dengan baik supaya tidak besar pasak daripada tiang. Perencana keuangan Prita Ghozie mengatakan seseorang perlu melakukan perencanaan keuangan selama sebulan agar tidak mengalami defisit. Meskipun pendapatan bertambah melalui THR, perencanaan keuangan tetap penting supaya tidak 'lapar mata', mau beli ini-itu yang pada akhirnya terbuang sia-sia karena tidak bermanfaat di rumah.

Konsumsi Ramadhan sebaiknya tidak dilakukan berlebihan supaya tidak mengganggu kelolaan dana yang berasal dari penghasilan bulanan. Karena, makna Ramadhan adalah menahan diri dari nafsu. Dan bagi perempuan, Ramadhan artinya harus kuat menahan godaan online shop yang menawarkan Eid collection dengan bahan adem, jatuh, eksklusif dan bisa swing-swing cantik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement