Senin 18 Feb 2019 22:49 WIB

Isu Lingkungan yang Harus Diselesaikan Presiden Terpilih

Walhi ikut mengevaluasi debat kedua capres.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Capres No 01 Joko Widodo dan Capres No 02 Prabowo Subianto usai debat kedua calon presiden pemilu 2019, Jakarta, Ahad (17/2).
Foto: Republika/Prayogi
Capres No 01 Joko Widodo dan Capres No 02 Prabowo Subianto usai debat kedua calon presiden pemilu 2019, Jakarta, Ahad (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Lingkungan Hidup Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan beberapa persoalan lingkungan hidup dan kehutanan yang urgen dan harus segera diselesaikan oleh presiden yang terpilih April 2019 mendatang. Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati mengatakan, konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam menjadi yang paling pertama.

"Pertama terkait konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam," ujarnya saat konferensi pers komentar Walhi mengenai performa dan kualitas debat capres 2019, di Jakarta, Senin (18/2).

Ia menjelaskan, penyelesaian konflik lingkungan hidup dan sumber daya saat ini sebenarnya sudah dilakukan kementerian/lembaga misalnya Kementerian Luar Negeri (Kementerian LHK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kantor Staf Presiden (KSP), sampai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kendati demikian, ia menyebut sampai saat ini, yang dilakukan lembaga itu belum bisa memberikan penyelesaian yang tuntas dan adil bagi masyarakat atau korban.

Karena itu, ia meminta dibentuknya Komisi Adhoc langsung di bawah presiden untuk menyelesaikan persoalan-persoalan krisis ekologis dan penegakan hukum khusus untuk kejahatan lingkungan hingga korupsi sumber daya alam. Hal kedua, ia menyebut hal yang harus segera dilakukan utamanya adalah mengambil keputusan tegas.

"Seperti Peraturan Presiden Nomor  51 Tahun 2014 terkait perubahan terhadap peruntukan ruang sebagian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang merupakan bagian dari Kawasan Teluk Benoa, Bali yang harus segera dicabut. Selama ada aturan tersebut itu masih ada celah diberikan izin lokasi,"  katanya.

Yang tidak kalah penting, atau hal urgen ketiga adalah pihaknya mendesak adanya atau pengadaan tandon air karena di beberapa wilayah Indonesia seperti di Jawa karena wilayah-wilayah tersebut telah terjadi krisis air. Hal ketiga, ia meminta proses pemulihan lingkungan yang rusak dengan membuat hutan mangrove.

Nur menyebut, Indonesia sudah banyak kehilangan ekosistem mangrove di sepanjang pesisir pulau-pulau. Padahal, menurutnya, hutan mangrove berperan penting menahan gelombang tsunami.

"Jadi alih-alih menambah reklamasi daratan di laut, pemerintah harusnya melakukan rehabilitasi secara besar-besaran mangrove di sepanjang pantai di Indonesia," ujarnya.

Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Fatilda Hasibuan menambahkan, yang harus segera diselesaikan oleh presiden terpilih yaitu penyelesaian kepemilikan pulau kecil di Pulau Pari, Jakarta oleh perusahaan. Padahal, ia menyebut tanah di pulau tersebut dimiliki rakyat.

Tak hanya itu, di sekitar pulau itu ada kerusakan lingkungan dengan privatisasi. Ia juga menyoroti pemerintah sebelumnya telah memberikan izin pelepasan kawasan hutan seluas 900 ribu hektare di Sulawesi Tengah.

"Padahal kebijakan itu ditolak bupati setempat tetapi dia tidak bisa melawan, apalagi kita yang hanya rakyat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement