Rabu 02 Jan 2019 21:47 WIB

LIPI Akui Kekurangan Data Guna Penanggulangan Bencana

Akibatnya, penanggulangan bencana tak pernah dengan kapasitas maksimal.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bayu Hermawan
Logo LIPI
Foto: lipi.go.id
Logo LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengakui kekurangan data guna menanggulangi bencana. Akibatnya, penanggulangan bencana tak pernah dengan kapasitas maksimal.

Kepala LIPI Laksana Tri Handoko menekankan, pentingnya antisipasi dan mitigasi bencana menggunakan sains. LIPI, ia melanjutkan berperan untuk meriset data dari BMKG atau BNPB. Hasil riset diharapkan menciptakan basis mitigasi.

"LIPI riset di ujung dari data biar dipakai basis mitigasi. Perlu permodelan dan simulasi. Misalnya selama ini belum ada model itu tsunami dari aktivitas vulkanik," katanya pada wartawan di kantor LIPI, Rabu (2/1).

Namun upaya memperoleh data tersebut tak bisa maksimal. Sebab belum semua wilayah berpotensi bencana ditempatkan sensor pengumpul data. Lantaran terkendala anggaran, sensor hanya ditempatkan di wilayah yang tingkat kerawanannya paling tinggi.

"Yang jelas data kurang, artinya sensor dan stasiun pengamatan terlalu sedikit. Jadi kapasitas mitigasi terbatas. Jadi tidak bisa salahkan BMKG karena mereka terbatas. Negara ini luas. Mahal harga alatnya. Maintenance mahal," ujarnya.

Ia merasa LIPI perlu dilibatkan lebih intens dalam penanggulangan bencana. Menurutnya, peran LIPI belum begitu besar dimanfaatkan. Padahal LIPI punya berbagai riset, termasuk potensi tsunami dari longsoran Anak Krakatau juga pernah diteliti. Apalagi menurutnya, permodelan dan simulasi bencana BMKG atau BNPB perlu diperbaharui.

"LIPI enggak langsung prediksi bencana. Tidak ada sensor bisa mitigasi itu (tsunami akibat vulkanik). Ingin ada awareness ini saatnya libatkan riset lebih dalam. Model BMKG sudah jadul harus disesuaikan, ada yang enggak sesuai lagi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement