REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Apa yang menimpa etnis Uighur di Xinjiang, Cina, masih belum memiliki kejelasan. Karenanya, akademisi Yogyakarta mendorong organisasi-organisasi Indonesia maupun dunia, aktif melakukan penyelidikan.
Hal itu dituangkan dalam sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan sejumlah rektor perguruan tinggi Islam di Yogyakarta. Pernyataan itu disampaikan pula kepada perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jakarta.
Pernyataan yang terdiri dari lima poin itu mendorong dibukanya akses organisasi independen internasional melakukan penyelidikan. Terdapat lima rektor merancang dan membubuhkan tanda tangannya. Ada Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Alma Ata (UAA), Universitas Aisyiyah Yogyakarta (Unisa) dan Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.
Rektor UII Fathul Wahid mengatakan, selain kepada perwakilan PBB, dorongan itu diberikan kepada Menteri Luar Negeri RI. Ini dilakukan sekaligus untuk menambah suntikan semangat kepada masyarakat Indonesia.
"Kita masing-masing sudah pula melakukan penggalangan dana dan telah melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga kemanusiaan untuk mengirimkan bantuan kepada para pengungsi Uighur," kata Fathul di Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII.
Rektor Unisa, Warsiti menuturkan, pernyataan ini menjadi elemen tambahan atas sikap organisasi-organisasi kemasyarakat Indonesia. Terlebih, kondisi saat ini dirasa cukup serupa dengan apa yang terjadi kepada etnis Rohingya.
"Kita ingin memperkuat desakan itu, minimal lembaga dunia dapat diberikan akses masuk," ujar Warsiti.
Rektor UAA, Hamam Hadi membenarkan, masing-masing perguruan tinggi telah miliki jaringan dengan perguruan-perguruan tinggi di Cina. Tapi, untuk konteks ini, ia merasa masing-masing menghargai persoalan kemanusiaan.
Selama ini, dia mengungkapkan, komunikasi yang terjadi masih sebatas kerja sama dunia pendidikan tinggi. Namun, Hamam menekankan, agar semua pihak tidak terlalu dini mengambil kesimpulan atas apa yang terjadi di sana.
"Pesan ini turut dimaksudkan agar tidak mengganggu kerja sama yang ada selama ini," kata Hamam.
Rektor UMY, Gunawan Budiyanto menambahkan, sejauh ini komunikasi yang dilakukan dengan perguruan-perguruan tinggi Cina masih seputar akademik. Ia belum pula melihat peluang perguruan tinggi bisa mengangkat persoalan ini.
Untuk itu, ia menegaskan, penyataan bersama perguruan tinggi Islam yang ada di Yogyakarta ini turut menyampaikan pesan moral tersebut. Yaitu, menegaskan Islam tidak memberikan tempat adanya tirani terjadi di dunia.
"Baik tirani mayoritas maupun tirani minoritas, ini menjadi pesan moral kepada dunia luas," ujar Gunawan.