Ahad 25 Nov 2018 06:37 WIB

Berderap Melawan Sampah Plastik

Perda semata dinilai tak cukup untuk mengurangi sampah plastik.

Peneliti memisahkan sampah plastik dari perut paus yang terdampar di Taman Nasional Wakatobi, di Sulawesi Tenggara. Temuan plastik dalam perut paus membuat dunia semakin khawatir dengan limbah plastik di laut.
Foto:
Sejumlah sampah plastik tersangkut di akar pohon yang terdapat pada aliran Sungai Ciliwung di kawasan Kebon Baru, Tebet, Jakarta, Jumat (7/9).

Manajemen Sampah Darat Harus Diperbaiki

Deputi I Komisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia Adrie Charviandi menegaskan, harus ada manajemen pengelolaan sampah di darat yang baik bila tidak ingin sampah menumpuk di laut. "Yang harus diperbailki pengelolaan sampahnya. Sampah di darat, manajemennya harus rapi. Sistem angkut-buangnya harus benar sehingga tidak ada lagi kebocoran sampah sampai di laut," ujar Adrie, Sabtu (24/11).

Diketahui, sebanyak 5,9 kilogram sampah plastik ditemukan di dalam perut paus sperma yang ditemukan mati di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, beberapa hari lalu. Sampah plastik tersebut diduga sudah lama berada di dalam perut paus sperma itu.

Adrie mencontohkan kebijakan yang dilakukan oleh Pemprov DKI. Meski sudah menggunakan jaring-jaring sampah dan para pekerja PPSU yang digerakkan untuk mengangkut sampah, tetap saja ada sampah yang lolos dan mengalir sampai ke laut. Oleh karena itu, lanjut dia, masyarakat memang harus memiliki tempat sampah sendiri.

"Kedua, alat angkut sampah pemerintah harus yang tertutup," ucapnya.

Hal tersebut untuk mengurangi adanya sampah yang tercecer bila menggunakan mobil sampah terbuka. Pada saat bersamaan, penggunaan sampah plastik berupa kantong keresek harus dikurangi.

"Kita memang tidak bisa menyalahkan produk, namun sebenarnya Kementrian Lingkungan Hidup memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait plastik yang gampang didaur ulang, sehingga ada baiknya masyarakat menggunakan plastik dengan standar tersebut," tuturnya.

Ia pun tidak memungkiri, penggunaan kantong keresek plastik terbanyak adalah di lingkungan pasar tradisional. Ia mengatakan, alangkah baiknya bila ada edukasi dari pemerintah kepada para pelaku usaha serta konsumen di pasar tradisional ihwal efek samping penggunaan plastik.

Pegiat Walhi itu menambahkan, ia sangat setuju dengan usulan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kebijakan cukai untuk plastik. "Namun, untuk plastik yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang, tidak dikenakan cukai ini, dan plastik yang tidak dikenakan cukai ini juga harus diverifikasi dulu dalam SNI nya," tuturnya.

(antara/imas damayanti/farah noersativa, ed: firkah fansuri)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement