Senin 19 Nov 2018 17:43 WIB

Penjelasan Survei P3M: Masjid Disusupi Radikalisme

Terdapat 41 masjid yang terindikasi menyebarkan paham radikal.

Rep: Kiki Sakinah, Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Warga berdoa saat berziarah di Masjid Luar Batang, Jakarta, Senin (12/11).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
[ilustrasi] Warga berdoa saat berziarah di Masjid Luar Batang, Jakarta, Senin (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil yang dilakukan oleh Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyatakan terdapat 41 masjid yang terindikasi menyebarkan paham radikal. Ketua Dewan P3M NU, Agus Muhammad, mengatakan, survei dilakukan dari 100 masjid yang ada di lingkungan pemerintah di DKI Jakarta.

Dari hasil survei itu memperlihatkan bahwa gejala radikalisasi di masjid-masjid kementerian, lembaga dan BUMN cukup kuat. Pelaksanaan survei dilakukan setiap Jumat selama empat pekan dari 29 September hingga 21 Oktober 2017.

"Poin terpentingnya adalah ada indikasi radikalisme di masjid yang berada di bawah naungan negara. Data yang dikumpulkan dari survei berupa khutbah Jumat, plus bahan bacaan seperti buletin, brosur, kalender, dan majalah dinding, yang beredar di masjid tersebut," kata Agus, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Senin (19/11).

Agus mengatakan, terdapat 100 masjid yang terdiri dari 35 masjid kementerian, 28 masjid lembaga, dan 37 masjid BUMN. Setiap masjid didatangi oleh satu orang relawan untuk merekam khutbah dan mengambil gambar brosur, buletin, dan bahan bacaan lain yang terdapat di masjid. Menurutnya, bahan-bahan inilah yang dijadikan acuan untuk menilai apakah masjid tersebut terindikasi radikal atau tidak.

Ia menjelaskan, radikalisme yang dimaksud adalah pandangan, sikap dan perilaku yang cenderung menganggap kelompoknya paling benar dan kelompok lain salah. Selain itu, mereka mudah mengkafirkan kelompok lain dan tidak bisa menerima perbedaan, baik perbedaan berdasarkan etnis, agama maupun budaya.

Selanjutnya, radikalisme yang dimaksud cenderung memaksakan keyakinannya pada orang lain. Kemudian, menganggap demokrasi termasuk demokrasi Pancasila sebagai produk kafir, dan membolehkan segala cara atas nama agama.

Dari 100 masjid tersebut, terdapat 41 masjid radikal dengan level rendah (7), sedang (17), dan tinggi (17). Rendah artinya secara umum cukup moderat tetapi berpotensi radikal. Misalnya, dalam konteks intoleransi, khatib tidak setuju tindakan intoleran, tetapi memaklumi jika terjadi intoleransi.

Kategori sedang artinya tingkat radikalismenya cenderung tinggi. Misalnya, khatib setuju intoleransi tetapi tidak sampai memprovokasi jamaah untuk bertindak intoleran.  Sedangkan kategori tinggi di mana khatib bukan sekedar setuju, tetapi juga memprovokasi umat agar melakukan tindakan intoleran.

Menurut survei P3M itu, masjid-masjid BUMN adalah masjid yang paling rentan terhadap penyusupan kelompok radikal. Terbukti, dari 37 masjid yang disurvei, lebih dari separuhnya, yaitu 21 masjid (57 persen) terindikasi radikal.

Dari segi prosentase, masjid-masjid Lembaga paling kecil (29 persen), tetapi intensitasya cukup tinggi. Dari delapan masjid yang terindikasi radikal, enam di antaranya (75 persen) masuk kategori radikal.

Selain itu, masjid-masjid kementerian juga patut diwaspadai. Meski sebagian besar masuk kategori radikal rendah (41 persen), radikal tinggi juga cukup signifikan (33 persen).

"Ini memang lebih bersifat indikatif ketimbang konklusif. Karena itu, penting didalami atau bahkan ditindaklanjuti dengan kebijakan-kebijakan yang membentengi arus radikalisme di masjid-masjid pemerintah," tambahnya.

Sebelumnya, BIN dan Polri kembali mengungkap soal adanya sejumlah masjid yang terpapar radikalisme. Temuan itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan P3M NU.

Juru Bicara BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan survei itu dilakukan P3M NU yang hasilnya disampaikan kepada BIN sebagai peringatan dini atau early warning. Kemudian, survei itu ditindaklanjuti dengan pendalaman penelitian lanjutan oleh BIN.

"Keberadaan masjid di Kementerian/Lembaga dan BUMN perlu dijaga agar penyebaran ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu melalui ceramah-ceramah agama tidak mempengaruhi masyarakat dan mendegradasi Islam sebagai agama yang menghormati setiap golongan," kata Wawan, Ahad (18/11).

Baca juga

Repons MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) membenarkan adanya paham-paham radikalisme yang manyusup ke masjid-masjid perkantoran. Ketua MUI bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi mengatakan, data tersebut didapat dari BIN.

"Itu kan data dari BIN dan mereka memberikan masukan ke pihak-pihak yang bisa melakukan eksekusi, dalam hal ini pemerintah, untuk melakukan pembinaan dan pencegahan," kata Masduki saat dikonfirmasi, Senin (19/11).

Meski begitu, ia tidak memukul rata kepada semua masjid yang ada di perkantoran. "Enggak semuanya, hanya di masjid-masjid tertentu saja, tapi kita kan harus waspada," kata dia.

Masduki menyayangkan kabar yang ia dengar masjid terpapar paham radikal justru berada di lingkungan pemerintahan. Oleh karena itu, ia berharap agar manajemen masjid diperbaiki untuk melakukan mekanisme pencegahan.

Selain itu, Masduki berharap keterlibatan masyarakat dalam melaporkan penceramah atau khatib yang membawa pada permusuhan. "Jama'ah juga harus kritis, jika sudah melewati karakter dasar dari agama Islam yang membawa konsep damai yang rahmatan lil 'alamin maka laporkan ke takmir masjid. Karena banyak khatib yang membawa ayat perang di negara damai, ini kan negara damai," tutur dia.

[video] Gerakan Politik di Masjid Dinilai Jauh dari Nilai Islam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement