Rabu 19 Sep 2018 05:06 WIB

Mendukung Upaya Memberi Tanda pada Caleg Eks Koruptor

KPU diminta mengadopsi usulan agar menandai bakal caleg mantan napi kasus korupsi.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Fauziah Mursid, Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendukung gerakan antikorupsi terkait mantan koruptor yang akan maju sebagai calon anggota legislatif (caleg). Dukungan tersebut termasuk usulan agar caleg eks koruptor diberi tanda dalam surat suara untuk memberikan informasi kepada pemilih.

Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan, lembaganya juga mendukung adanya pengumuman caleg mana saja yang pernah menjadi mantan napi kasus korupsi. Langkah lainnya, Fritz mengatakan, juga bisa dengan membuat daftar atau memampangkan foto caleg koruptor di TPS.

Fritz mengungkapkan, usulan penandaan bagi caleg yang terlibat kasus korupsi sebenarnya telah didiskusikan sebelum Peraturan Komisi Pemiliham Umum (PKPU) nomor 20 diterapkan. PKPU nomor 20 tahun 2018 mengatur tentang pencalonan anggota DPR, DPRD dan DPD.

“(Dalam diskusi) kalau mau gerakan antikorupsi, silakan,” kata Fritz Edward Siregar di Jakarta Pusat, Selasa (18/9).

Fritz mengatakan, Bawaslu sebelumya juga telah meminta partai untuk menandatangani pakta integritas. Ia mengatakan, hal itu agar partai mengirimkan caleg yang bukan mantan narapidana korupsi.

Menurut Fritz, jika kemudian partai tersebut masih mengirimkan caleg eks koruptor maka hak masyarakat untuk melakukan penilaian. Fritz menambahkan dukungan terhadap pemberantasan korupsi tersebut tidak lantas membuat Bawaslu melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dia mengatakan, Bawaslu tetap memiliki tugas untuk menjaga hak dipilih dan memilih. Hal tersebut termasuk meloloskan sejumlah caleg berlatar belakang narapidana korupsi.

"Menurut Bawaslu itu adalah hak yang melekat pada kita semua dan itu diberikan oleh Undang-Undang Dasar,” katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi PKPU nomor 20 tahun 2018 Pasal 4 ayat 3 terhadap terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Dalam putusannya, MA menyatakan, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Komisi Pemiliha Umum (KPU) pun telah diminta mengadopsi usulan agar menandai dan memberi keterangan kepada caleg yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba. Itu jika partai politik ngotot tidak mencoret caleg eks koruptor dan dua tindak pidana lainnya dari daftar caleg yang diajukan parpol pasca putusan Mahkamah Agung.

"Apabila partai tidak mencoret, KPU mesti mengadopsi gagasan menandai atau memberi keterangan mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan," ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Deklarasi Fadli Ramadhanil dalam diskusi terkait Putusan MA dan Pencalonan Koruptor di Pemilu 2019 di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (16/9).

Menurut Fadli, penandaan kepada caleg eks koruptor sebagai upaya memberitahukan ke publik terkait calon yang tidak berintegritas. Sehingga, publik tidak memilih para wakil rakyat tersebut.

Apalagi, usulan penandaan ini juga pernah diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. "Gagasan ini harus diwujudkan secara serius jika parpol masih mencalonkan caleg itu, ini waktunya masih cukup untuk membuat model surat suara, itu nggak akan terlalu sulit," ujar Fadli.

Selain itu, Fadli menilai KPU juga harus  membuka curriculum vitae atau daftar riwayat hidup seluruh caleg Pemilu 2019 tanpa terkecuali. Ia menilai publik berhak untuk mengenali rekam jejak caleg dalam pemilu 2019.

“Agar publik tidak memilih nama-nama yang sudah pernah terbukti melakukan korupsi demi perbaikan legislatif ke depan," ujar Fadli.

Baca juga:

Tiga kondisi eks napi korupsi

Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, mantan narapidana korupsi yang diputuskan oleh Bawaslu memenuhi syarat (MS) sebagai bakal caleg berpotensi diakomodasi dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019. Namun, KPU tetap menanti salinan putusan MA yang mengizinkan para eks koruptor tersebut menjadi caleg.

Hasyim menjelaskan, saat ini ada tiga kondisi soal mantan narapidana korupsi. Pertama, mantan narapidana korupsi sudah didaftarkan oleh parpol menjadi bakal caleg, kemudian diganti oleh parpol dengan kadernya yang lainnya.

Kedua, para mantan narapidana korupsi yang tidak jadi mendaftar sebagai bakal caleg. Ketiga, mantan narapidana korupsi tetap mendaftar sebagai bakal caleg dan dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

Untuk kategori ketiga ini, Hasyim mengatakan, mereka mengajukan sengketa di ke Bawaslu. Setelah Bawaslu mengabulkan dan menyatakan status mereka MS, KPU masih menunda pelaksanaan putusan itu.

"Kalau soal ini kan sudah ada sikap kami ditunda dulu sampai ada putusan MA. Jadi kemungkinan untuk bisa diakomodir itu, ya, yang sudah mendaftar, dibatalkan oleh KPU dan belum diganti oleh parpol. Sebab kalau yang sudah diganti, bagaimana mau mengajukan lagi?" kata Hasyim saat dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/9).

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengaku tak masalah dengan adanya usulan untuk menandai caleg yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba dalam surat suara. Hidayat juga tak mempersoalkan jika caleg eks napi tiga tindak pidana tersebut diumumkan ke publik.

"Kalau ini mau dilakukan, ya, dilakukan saja. Ketentuan itu kalaupun dengan menggunakan tanda dan sebagainya, ya, itu kewenangan KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).

Menurutnya, PKS sudah sejak awal mendukung norma larangan mantan napi korupsi menjadi caleg sebelum adanya putusan MA. Bahkan, PKS telah menarik bakal caleg yang kecolongan diajukan PKS di daerah.

Ia juga memastikan, PKS tidak akan memasukan caleg eks koruptor ke dalam daftar caleg yang diajukan. “Ketika kita kecolongan di daerah ada lima bacaleg yang seperti itu, semua dari eksternal dan masuk di hari terakhir, ya kita langsung tarik," ujar Hidayat.

Wakil Ketua MPR itu menyebut, saat ini bola ada di tangan masyarakat untuk memilih caleg yang berintegritas. Sebab, partai telah menandatangani pakta integritas untuk tidak mencalonkan caleg yang merupakan mantan narapidana korupsi dan dua tindak pidana lainnya tersebut.

“Ketika posisi jadi seperti ini, silakan rakyat yang menilai dan memilih calon yang tidak korupsi,” kata Hidayat.

[video] ‘Caleg Jadi Hak Koruptor Itu Salah Besar’

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement