Sabtu 08 Sep 2018 10:15 WIB

Beda Tantangan, Model Transmigrasi Harus Diubah

Salah satu model transmigrasi yakni investasi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo.
Foto: Kemendes PDTT
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan, pesatnya perkembangan zaman menyebabkan pentingnya perubahan model pengembangan transmigrasi. Menurut dia, model bisnis pengembangan transmigrasi harus diubah dari pendekatan yang bergantung pada sektor pertanian menuju sektor industri, salah satunya dengan model investasi.

"Di masa lalu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, karena kita masih bergantung pada sektor pertanian karena sektor industri belum berkembang, sehingga transmigran dikasih tanah untuk diolah menjadi lahan pertanian. Tapi beda dengan sekarang, bisnis modelnya harus diubah," ujar Eko saat Sosialisasi Peraturan Presiden RI No 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (7/8).

Ia mengatakan investasi merupakan salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi disamping konsumsi dan ekspor. Investasi di kawasan transmigrasi menurutnya, tidak hanya akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan transmigrasi, namun juga membantu pertumbuhan ekonomi di desa sekitarnya.

"Ekspor sekarang lebih susah, jadi sekarang bagaimana kita agar bisa meningkatkan investasi konsumsi. Nah, konsumsi bisa meningkat kalau pendapatan masyarakat meningkat,"  kata dia.

Sementara itu, dia mengklaim saat ini program transmigrasi telah melahirkan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa. Seperti melahirkan lebih dari 1.100 desa definitif, 400 lebih kota kecamatan, 120 lebih kota kabupaten, dan 2 ibukota provinsi.

"Memang anggaran transmigrasi saat ini tidak terlalu besar. Anggarannya di bawah Rp 500 Miliar untuk setiap direktorat jenderal. Yang mana di kementerian desa ada dua direktorat jenderal yang menangani transmigrasi. Tapi tidak perlu berkecil hati, kita juga dibantu oleh kementerian lain terutama di program pascapanen. On top dari itu kita juga dapat investasi pascapanen,” papar dia.

Ia mengakui, pengembangan transmigrasi melalui program Kota Terpadu Mandiri (KTM) masih banyak yang mangkrak. Ia bertekad, program KTM yang sudah lama bergulir tersebut akan kembali digeliatkan melalui program Prukades (Produk Unggulan Kawasan Perdesaan).

“Kita punya pekerjaan untuk memastikan agar KTM bisa berfungsi melalui program Prukades, yang dikeroyok oleh kementerian desa, kementerian pertanian, kementerian/lembaga lain dan tentunya dunia usaha,” ungkapnya.

Di samping itu ia juga mengatakan, adanya beberapa kawasan transmigrasi yang mengalami penurunan pendapatan disebabkan oleh minimnya infrastruktur penunjang di sekitar kawasan transmigrasi. Rusaknya jalan kabupaten atau jalan provinsi misalnya, menyebabkan masyarakat transmigran kesulitan untuk mendistribusikan hasil pertanian.

“Terkait ini kita punya job (pekerjaan) adalah memperjuangkan pembangunan infrstruktur penunjang tersebut di kementerian PUPR maupun CSR dari perusahaan BUMN dan swasta, di daerah-daerah transmigrasi," tegas dia.

Karena dengan pembangunan infrastruktur, dia optimistis, pendapatan masyarakat akan naik paling sedikit 40 persen. Sebab secara signifikan infrastruktur dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi di desa-desa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement