REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menilai kedatangan Joko Widodo dan Prabowo Subianto ke Jawa Timur terkait dengan upaya pemenangan Pemilihan Presiden 2019. Jokowi dan Prabowo berada di Jawa Timur, hari ini.
Suko berpendapat ini menjadi bukti bahwa Jawa Timur menjadi penentu kemenangan. "Kehadiran Pak Jokowi dan Pak Prabowo di Jatim tentunya memiliki urgensi kuat berkaitan dengan upaya pemenangan dalam pilpres," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan, di Surabaya, Kamis (6/9).
Pada hari ini, Jokowi sebagai Presiden RI menghadiri pembukaan kuliah umum dan Rakornas Badan Lemdik PGRI, penyerahan sertifikat serta kunjungan ke beberapa pondok pesantren di Jatim. Sedangkan, Prabowo Subianto menggelar silaturahim ke sejumlah pondok pesantren dan berziarah di makam pendiri NU, antara lain di Jombang maupun Bangkalan, Madura.
Menurut dia, meski Jokowi hadir sebagai Kepala Negara, tetapi tetap memiliki keterkaitan dengan persiapan Pilpres 2019. Terlebih, pada awal pekan ini, KH Ma’ruf Amin selaku pasangan Jokowi pada Pilpres 2019 melakukan safari ke pondok pesantren, sekaligus menggelar pertemuan dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kiri) menyalami warga saat ziarah ke makam Syaikhona Kholil di Bangkalan, Jawa Timur, Kamis (6/9). (Antara)
Menurut Sukowi, sapaan akrabnya, Jatim menjadi penentu, baik dari aspek jumlah pemilih dan aspek persebaran peta kekuatan politik di Pulau Jawa. Sebagaimana diketahui, kata dia, peta jumlah pemilih bahwa di Pulau Jawa dan Madura terdapat sekitar kurang lebih 53-56 persen pemilih dari seluruh Indonesia.
"Persebaran kekuatan selama ini, Jabar, Banten dan DKI Jakarta peta pilkada dimenangkan kekuatan yang lebih dekat berafiliasi pada koalisi kekuatan Pak Prabowo, lalu di Jateng dan DIY cenderung afiliasi ke kekuatan Pak Jokowi. Maka dari itu Jatim akan menjadi area yang kompetitif sekali," ujarnya lagi.
Selain itu, persebaran kekuatan politik di Jatim sendiri jika merujuk Pemilu Legislatif 2014 dan Pilkada 2018 disebutnya cukup unik karena kekuatan koalisi di pusat tidak segaris waktu Pilkada Jatim. "Di sini kerumitan akan dihadapi tim sukses kedua pihak yang awalnya kawan kini menjadi lawan. Dan sebaliknya, jika waktu pilkada ada parpol berlawanan, kini menjadi berkoalisi. Ini perkara yang tidak gampang, apalagi pilpres berbarengan dengan pileg," katanya.
Baca Juga: Prabowo Ziarah ke Pendiri NU di Jombang