Jumat 24 Aug 2018 11:27 WIB

Inovasi Katering Puaskan Jamaah Haji Indonesia

Jamaah haji Indonesia puas dengan pelayanan katering dari pemerintah

Katering jamaah haji
Foto: republika/Erdi Nasrul
Katering jamaah haji

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asrori S. Karni*

Saat layanan ketering haji berlangsung lancar, kerja keras, aksi cermat, dan monitor intensif di baliknya, kurang terasa istimewa. Segalanya tampak sebagai bisnis biasa. Tapi bila pasokan pangan tersumbat, semua jadi terbelalak, betapa sensitifnya urusan hajat dasar ini.

Satu kotak nasi tercium basi, lauk dirasa kurang gizi, pasokan datang terlambat, cita rasa tak cocok buat lidah jamaah, ada laporan diare sehabis makan, apalagi ada kasus keracunan, urusan bisa jadi bola liar. Situasi sosial politik bahkan bisa ikutan tegang.

Ingat musim haji akhir 2006. Suplai katering jamaah haji Indonesia ke Arafah mampet. Jamaah bergejolak. Perasaan jamaah bercampur antara berusaha pasrah menjalani puncak ibadah atau melepas emosi akibat lapar.

Roti dan mi instan tak cukup jadi pengganti. Harus ada nasi. Bara amarah meledak saat di Mina, setelah jamaah melepas kain ihram usai tahallul.

Sengatan emosi cepat merambat ke Tanah Air. Menteri Agama saat itu, Maftuh Basyuni, ramai-ramai didesak mundur. Citra wangi sang menteri yang dikenang gagah berani membersihkan manajemen haji, seolah menguap tanpa jejak.

photo
Menag Lukman Hakim Saifuddin mengecek katering jamaah haji di Bandara Internaisonal King Abdul Aziz Jeddah, Ahad (20/8) malam

Inovasi Katering Haji

Katering termasuk 10 inovasi layanan haji 2018, yang disampaikan Menag Lukman Hakim Saifuddin kepada DPR, dalam Rapat Kerja di Mahbas Jin, Makkah, 17 Agustus lalu. Selama di Makkah, jamaah diberi makan sehari dua kali selama 20 hari. Total 40 kali makan siang dan malam.

Di kota kelahiran Nabi itu, Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) melayani 8,13 juta kotak makanan untuk 203,3 ribuan jamaah reguler. Tahun lalu, jamaah di Makkah hanya diberi 25 kali makan.

Masih ditambah paket kelengkapan konsumsi. Dikemas dalam kotak plastik berisi teh, gula, kopi, sambal dan kecap botol, sendok, dan gelas. Ada lagi snack pagi yang diberikan bersama paket makan malam.

Di Makkah, 36 perusahaan katering digandeng, diikat kontrak, dengan syarat dan pengawasan ketat. Menu katering ditentukan rinci. Komposisinya: nasi, lauk, sayuran, buah, dan sebotol air mineral.

Setiap hari, menu makan siang dan malam, berbeda. Jenis lauk, sayuran, dan buah, dibuat variasi. Lauknya, mulai daging sapi lada hitam, ikan patin pesmol, ayam kecap cabai hijau, daging teriyaki, sampai bistik daging sapi.

Buahnya gantian antara jeruk, apel, dan kurma. Sayurannya, dari tumis buncis wortel, tempe cabai ijo, sampai terong balado. Semua menu Nusantara. Cita rasanya memang dibikin makin nikmat di lidah Indonesia.

Dalam kontrak, juru masak dan bumbu harus didatangkan dari Indonesia. Juru masak ditraining dan disertifikasi oleh ahli tata boga dari kampus pariwisata Bandung dan ahli gizi dari Rumah Sakit Haji Jakarta. Direkrut pula 142 pengawas katering di Makkah, untuk memastikan kontrak dipatuhi.

Inovasi katering di Makkah tidak mengurangi layanan katering di Madinah, Jeddah, dan Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna), yang sudah jalan lama. Di Madinah, tetap disediakan 18 kali makan, selama sembilan hari, plus sarapan makanan ringan yang disediakan 15 perusahaan katering dan dipantau 42 pengawas.

Di Jeddah, jamaah diberi satu kali makan dari dua perusahaan katering. Dimonitor 10 pengawas. Di Armuzna, tersedia 16 kali makan, tiga kali sehari. Katering Armuzna dipasok 19 perusahaan, untuk 26 maktab, dan 44 maktab sisanya, diurus Muassasah.

Ringkasnya, setiap jamaah, disediakan 75 kali makan selama 34 hari. Untuk 203.351 orang, PPIH menyediakan 15.251.325 kotak nasi. Bisa jadi, inilah hajatan penyediaan katering terbesar di dunia dalam durasi waktu paling lama.

Jamaah menyediakan makan sendiri hanya lima hari: tiga hari menjelang wukuf, dan dua hari setelah Armuzna. Pada hari-hari itu, beberapa pemondokan menerima paket makanan gratis dari para dermawan, mengirim dengan mobil-mobil boks.

“Jamaah haji tak perlu lagi membawa bekal makanan terlalu banyak selama di Tanah Suci. Sebab peningkatan layanan katering tahun ini sangat signifikan,” kata Abdullah Yunus, Kasubdit Katering Haji, Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag, di Medan, 2 Juli lalu. Layanan katering di Saudi sudah 90 persen dari masa tinggal jamaah di negeri kaya minyak itu.

photo
Seorang pegawai katering mendistribusikan makan siang bagi jamaah haji Indonesia di Hotel Jauharat Uhud, Madinah, Kamis (10/8).

Mekanisme Kontrol Mutu

Setiap pagi dan sore, seluruh perusahaan katering harus mengirim sampel makanan ke PPIH Daker Makkah untuk diperiksa. Ahli Tata Boga dari Bandung dan Ahli Gizi dari Rumah Sakit Haji Jakarta memeriksa makanan itu. Tiap kotak sampel.

Cara bawa kotak sampel harus dengan tas atau boks pendingin, agar kondisi makanan yang dijadikan sampel dan yang dikirim pondokan sama. “Pernah ada, sampelnya basi, tapi makanan yang dikirim ke hotel tidak basi,” kata Evi Nuryana, Kepala Seksi Katering Daker Makkah.

Habis memeriksa sampel, Evi masih harus mengecek ponsel dan alat komunikasi lain, untuk monitor ada tidaknya komplain jamaah. Durasi paket makan siang paling lambat disantap pukul 15.00. Makan malam sampai 22.00. “Di atas jam 22.00 saya baru tenang, setelah memastikan tidak ada komplain katering,” kata Evi.

Para pengawas katering diberi pelatihan khusus. “Tiap butir nasi yang Anda awasi untuk dimakan para Dhuyufur Rahman (tamu Allah), sehingga mereka sehat menjalankan ibadah, insya Allah jadi pahala besar untuk kita semua,” kata Asep, fasilitator pelatihan 140 pengawas katering Arafah di Makkah, menjelang Wukuf. Pengawas pun diberi bekal spiritual.

“Pengawas harus tahu dapur. Stok beras, daging, ayam, bumbu, harus diperiksa sebelum produksi dimulai,” pesan sang trainer. “Kalau jam 3 dini hari belum ada aktivitas masak, dapur harus ditergur,” ujar Asep.

“Nasi dan lauk harus sesuai standar di kontrak. Ada lauk nyeleneh, tegur! Kalau ngeyel, laporkan ke Misi Haji.” Begitulah pembekalan pada pengawas.

Jamaah juga bisa mengontrol bila layanan tak sesuai standar. Pada tutup boks makanan tertera nomor Whatsapp haji dan call center, bila hendak komplain. Standar Pelayanan Konsumsi di Makkah, Madinah, Jeddah, dan Armina Tahun 2018 dibuat dalam SK Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU).

photo
Katering jamaah haji

Tertulis pula, pada tutup paket makanan, bahwa paling lambat dimakan pukul sekian, untuk mencegah basi. Tertera “Makan Siang” dan “Makan Malam” agar tidak sampai, makan siang disantap malam. Panduan agar cuci tangan juga tersedia. Lengkap antisipasinya.

Akhir Juli 2018, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen PHU, Sri Ilham Lubis mengumpulkan 36 perusahaan katering di Al Aseel Plaza Hotels, Aziziah, Makkah. Pertemuan itu untuk menegaskan kembali kontrak yang disepakati.

“Kami ingin mengingatkan komitmen mereka mematuhi kontrak,” kata Sri Ilham, didampingi Kadaker Makkah, Endang Jumali. Jika melanggar kontrak, kata wanita keturunan Batak-Mesir ini, Kemenag tegas melayangkan sanksi.

“Mulai sanksi teguran lisan, tertulis, hingga pengurangan jumlah layanan,” ujar Sri Ilham. “Apabila tetap melanggar kontrak, kita akan blacklist, tidak kita pakai tahun depan.” Dengan jamaah haji terbesar, Indonesia memiliki posisi tawar tinggi.

Sisi lain, Sri Ilham terbuka menerima keluhan perusahaan katering. “Misalnya, bahan baku dari Indonesia sulit didapat, sementara mereka telah berusaha maksimal, tentu kita maklumi.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement