REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaum perempuan merupakan salah satu fondasi penting bangsa Indonesia. Bahkan bangsa Indonesia juga menyebut negara ini dengan Ibu Pertiwi. Untuk itulah seorang ibu harus bisa mendidik anaknya agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa, serta mengawasi mereka dari pengaruh radikalisme dan terorisme.
“Apapun keberhasilan seseorang maka di situ, ada warna seorang ibu yang telah mendidik, mengasuh, membuat kepribadian dan watak seorang anak. Karena itu perempuan memiliki peran penting dalam pencegahan radikalisme dan terorisme sejak usia dini,” Kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius saat menjadi narasumber di acara seminar dan diskusi bertema ‘Islam Rahmatan Lil Alamin: Antara Ajaran dan Budaya’ yang digelar oleh Yayasan Lingkar Perempuan Nusantara (LPN), di Main Hall, Pondok Indah Golf Course, Jakarta, Kamis (5/7).
Komjen Suhardi Alius mengungkapkan bahwa radikalisme itu bersifat intoleransi, anti NKRI, anti Pancasila dan penyebaran-penyebaran paham takfiri (suka mengkafir-kafirkan orang). Hal ini perlu dijelaskan agar para perempuan bisa memiliki pemahaman yang sama terkait radikalisme dan terorisme ini.
“Saya telah menjelaskan secara detail bagaimana proses itu terjadi di lingkungan kita, terutama terhadap kaum perempuan dan anak-anak,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Ia menilai peran penting kaum perempuan dalam melindungi keluarganya sangat vital. Kaum perempuan bisa melakukan deteksi dini paham-paham negatif di sekitarnya. Dari situlah nantinya BNPT bisa mengidentifikasi sehingga ada solusinya
“Jangan dibiarkan radikalisme dan terorisme berkembang. Saya secara jelas memaparkan tahapan-tahapan orang menjadi radikal, kemudian bagaimana mengatasinya, dan bagaimana mengamatinya,” tutur Komjen Suhardi Alius.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini tidak memungkiri bahwa kaum perempuan dan anak-anak saat ini mudah terpengaruh paham radikal yang berujung pada tindakan terorisme. Teror bom Surabaya beberapa waktu menjadi bukti nyata.
“Ternyata orang (kelompok teroris) juga melirik wanita. Modus operandi itu bergerak dinamis sekali melihat kultur kita, perempuan sama anak-anak sudah mulai didekati,” jelasnya.
Selain itu, generasi muda menjadi ladang penyebaran paham negatif ini karena mereka masih proses mencari jati diri. “Emosional anak muda ini masih belum stabil, sementara di satu sisi pengetahuannya ingin maju terus sehingga sangat rentan disusupi paham-paham semacam itu,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.