Selasa 27 Feb 2018 08:34 WIB

Orang Tua Diimbau Perhatikan 1.000 HPK

Untuk mencegah gizi buruk dan stunting pada anak.

Bidan memeriksa tumbuh kembang anak di Puskesmas Cawang, Jakarta Timur, Rabu (16/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Bidan memeriksa tumbuh kembang anak di Puskesmas Cawang, Jakarta Timur, Rabu (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau para orang tua memperhatikan 1.000 hari pertama kehidupan atau masa emas tumbuh kembang anak. Itu untuk mencegah gizi buruk dan stunting pada anak.

"Seribu hari pertama terhitung sejak ibu hamil sangat memerlukan stimulasi gizi untuk mencegah gizi buruk dan stunting," kata Kepala Seksi Gizi Dinkes DIY Endang Pamungkasiwi di Yogyakarta, Selasa (26/2).

Menurut dia, Dinkes DIY akan terus menggencarkan sosialisasi 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebab pada fase itu kebutuhan gizi sangat dibutuhkan untuk pengembangan seluruh organ tubuh anak karena 30 persen tumbuh kembang anak ditentukan dalam periode ini.

Program 1.000 HPK, kata dia, terhitung sejak 270 hari di dalam kandungan dan 730 hari dalam dua tahun pertama setelah lahir.

"Untuk memastikan program itu berjalan optimal, kami mendorong kaum ibu agar memprioritaskan datang ke pos pelayanan kesehatan terpadu (posyandu)," kata dia.

Mengacu data Dinkes DIY pada 2017, kasus gizi buruk dan stunting mencapai 0,46 persen dari seluruh anak atau balita di DIY. Persentase itu mengalami penurunan kendati tidak signifikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Menurut dia, untuk mencegah gizi buruk dan stunting (pendek) sejak 2014 Pemda DIY telah merintis desa model perbaikan gizi dan kesehatan untuk anak. Hingga 2017 telah terbentuk 11 desa model.

Endang mengatakan munculnya kasus gizi buruk, menurut dia, tidak selalu berkorelasi dengan kondisi perekonomian suatu daerah. Kendati pada 2014, Pemda DIY mengumumkan angka kemiskinan menurun, pada kenyataannya jumlah kasus gizi buruk justru naik mencapai angka 0,51 persen.

"Kalau hanya soal ekonomi berarti hanya masyarakat miskin yang mengalami gizi buruk. Kenyataannya gizi buruk juga dialami anak pada keluarga berpenghasilan tinggi," kata dia.

Kasus gizi buruk, menurut dia, dapat dipicu dari berbagai faktor. Selain kemungkinan disebabkan persoalan ekonomi, juga disebabkan pola hidup atau pergeseran pola makan masyarakat. Misalnya, jika dahulu masyarakat lebih banyak makan di rumah, sekarang lebih banyak yang makan di luar rumah, karena tuntutan pekerjaan atau kondisi lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement