Senin 29 Jan 2018 06:49 WIB

Kiai Dipukuli di Dalam Masjid, Pertanda Apa?

Kondisi Kiai Umar Basyri, korban penganiayaan di Cicalengka, Bandung, Sabtu (27/1) pagi.
Foto: Istimewa
Kondisi Kiai Umar Basyri, korban penganiayaan di Cicalengka, Bandung, Sabtu (27/1) pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adinda Pryanka, Muhammad Fauzi Ridwan, Kiki Sakinah, Muhammad Fauzi Ridwan

Polisi hingga kini belum bisa menemukan siapa pelaku yang menganiaya Kiai Umar Basyri (60 tahun) usai Shalat Subuh berjamaah di Masjid Pesantren Al Hidayah, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/1) sekitar pukul 05.30 WIB. Kepala Polsek Cicalengka Kompol Asep Gunawan mengatakan, korban penganiayaan merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah, Cicalengka, Bandung yang tiba-tiba dianiaya orang tak dikenal saat berada di dalam masjid.

"Penganiayaan di dalam masjid, pelaku ikut shalat, begitu selesai si pelaku langsung memukul Pak Kiai," kata Asep  di Bandung, Sabtu (27/1).

Ia mengatakan, kepolisian sudah melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengumpulkan keterangan sejumlah saksi. Kepolisian, lanjut dia, masih menyelidiki kasus tersebut untuk secepatnya menangkap orang yang diduga menjadi pelaku penganiayaan kiai tersebut. "Ini masih dalam proses penyelidikan," katanya.

Asep mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi dengan adanya kasus penganiayaan terhadap kiai tersebut. "Jangan mudah terprovokasi yang menyangkut hal-hal merugikan semua pihak," katanya.

Kasus tersebut, kata Asep menegaskan, murni penganiayaan sehingga akan terus ditindaklanjuti proses penanganan hukumnya. "Murni ini diduga penganiayaan," katanya.

Dijelaskan Asep, Kiai Umar tiba-tiba diserang pelaku usai memimpin Shalat Subuh. Saat kejadian, kata Asep, hanya ada dua orang, sedangkan jamaah lainnya sudah meninggalkan masjid tersebut. Korban yang mengalami luka parah langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.

Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Barat mengecam keras penganiayaan terhadap Kiai Umar Basyri. Ketua Bidang Hukum dan HAM ICMI Jawa Barat, Cecep Suhardiman, mengatakan, tindakan yang dilakukan pelaku sudah termasuk biadab dan tidak berkeperimanusiaan.

“Ini menjadi keprihatinan di mana saat ini Jawa Barat tengah mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan gubernur dan Pilkada (pemilihan kepala daerah),” ujarnya kepada Republika.co.id.

Cecep berharap, polisi segera menuntaskan permasalahan ini. Sebab, apabila tidak secepatnya diselesaikan, termasuk dalam pengungkapan motif pelaku, dikhawatirkan akan timbul ekses yang lain.

Ia menjelaskan kronologi kejadian, saat itu Kiai Umar sedang berzikir di tempat imam usai Shalat Subuh. Ketika jamaah lain beranjak pergi, tinggal tersangka dan korban di dalam masjid. Tidak lama, lampu masjid dipadamkan oleh santri yang mengikuti kebiasaan Kiai Umar untuk wirid di tengah kegelapan. Tiba-tiba, pelaku yang berjenis kelamin laki-laki dan mengenakan kaos biru serta ikut salat berjamaah, menendang kotak kayu di tempat azan sembari mengucapkan kalimat sebelum akhirnya memukul korban secara membabi buta.

Kiai Umar yang mengalami luka parah segera dibawa ke Rumah Sakit AMC Cileunyi, Bandung, untuk mendapat penanganan medis. Dari foto yang dikirimkan Cecep, kondisi Kiai Umar sudah tampak membaik meski masih banyak luka memar di wajahnya.

Atas kasus ini, Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Baharun, menyampaikan duka. Ia menjelaskan, kasus penganiayaan terhadap Kiai Umar mengingatkannya pada masa 1948 atau pemberontakan PKI di Madiun dan menjelang Gestapu pada 1965. Saat itu, ulama dan kiai disiksa sampai dibunuh.

Kini, dia menerangkan, semua itu agaknya terulang lagi. “Saya kira, negara harus hadir sebelum nanti umat main hakim sendiri,” ucap Guru Besar Sosiolog Agama itu kepada Republika.

Berkaca dari kejadian ini, Baharun menganjurkan ulama untuk tetap waspada dan berhati-hati dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar dalam berdakwah. Sebab, bisa saja mereka dipersekusi pihak lain ketika afiliasi politiknya berbeda.

Karena itu, Baharun menyarankan kepada semua ulama untuk tidak mengikuti kampanye pada ajang pilkada tahun ini maupun pesta demokrasi berikutnya. Terlepas dari itu, ulama harus tetap menyuarakan kebenaran Ilahiyah secara bebas.

Baharun menegaskan, ulama tidak perlu takut ancaman apapun. “Sepanjang, dakwah yang disampaikan murni mauidhoh hasanah (nasihat yang baik),” ujarnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement