REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arie Lukihardianti dan Fauziah Mursid
Setelah Pilgub DKI Jakarta beberapa bulan lalu, Pilgub Jawa Barat (Jabar) 2018 boleh dikatakan tak kalah dinamis dan seru. Pilgub rasa Pilpres jilid kedua pun bakal terjadi di Jabar.
Tak heran jika Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) mengatakan, Pilgub Jabar 2018 merupakan yang terseksi di Indonesia. Ini terlihat dari dinamika yang luar biasa selama dua bulan ini.
Menurut Deddy, Pilgub 2018 sebetulnya sama kondisinya dengan 2013 lalu. Namun, pelaksanaan pilgub pada Juni 2018 ini memiliki keistimewaan, yakni berdekatan dengan pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) pada April 2019.
Jabar merupakan provinsi istimewa dalam Pemilu 2019 karena jumlah penduduknya atau daftar pemilih tetap (DPT) terbesar di Indonesia. Setidaknya, ada enam dinamika yang terjadi terkait Pilgub Jabar 2018 ini. Fenomena ini pun diperkirakan masih akan terus berubah dan berganti.
Pertama, fenomena yang muncul dari dinamika Partai Golkar yang mendadak mencalonkan Ridwan Kamil (RK) berpasangan dengan Daniel Mutaqien. Ketua Umum Golkar saat itu Setya Novanto dan Sekjen Idrus Marham memilih RK dan Daniel karena alasan elektabilitas, meninggalkan calon yang selama ini digadang-gadang, Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta yang juga Ketua DPD Golkar Jabar.
Namun, kebijakan ini dianulir begitu Airlangga Hartarto terpilih sebagai Ketua Umum Golkar. Dedi Mulyadi dimajukan Golkar untuk bertarung pada Pilgub 2018. Golkar secara tegas menolak RK dengan alasan Wali Kota Bandung itu terlalu lama memilih cawagubnya.
Dedi pun bergerak cepat dan langsung berpasangan dengan Demiz. Duet Dedi-Deddy ini pun mendapat sambutan hangat warga Jabar yang dianggap cukup ideal, mewakili golongan hijau dan merah. Dedi sendiri sebetulnya melebihi merah mengingat karier politiknya yang sempat menjadi aktivis HMI dan KAHMI.
Soal rencana bersanding dengan Dedi Mulyadi ini, Demiz sempat berseloroh, “Bisa berubah juga, bisa saja besok kita mati. Apa yang tidak mungkin.”
Kedua, dinamika yang terjadi di koalisi Gerindra-PKS-PAN. Gerindra yang sempat berminat mengusung Deddy Mizwar bersama PKS, tiba-tiba berpaling dan malah mendeklarasikan Mayjen (Purn) Sudrajat sebagai cagub.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto langsung mengumumkan deklarasi itu. "Melalui konsultasi yang cukup padat, akhirnya dengan mantap kita putuskan akan mengajukan Saudara Mayjen (Purn) H Sudrajat sebagai cagub Jabar yang akan datang," kata Prabowo di kediamannya, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/12).
Prabowo mengatakan, Sudrajat merupakan putra daerah asli Jawa Barat. Prabowo mengaku telah lama mengenal Sudrajat. Sudrajat merupakan salah satu kader terbaik Partai Gerindra. Tidak hanya di partai, sepak terjang Sudrajat di TNI juga bagus. Purnawirawan TNI tersebut juga seorang lulusan Harvard.
Sontak, langkah Gerindra ini pun mengubah konstalasi politik Jabar. PKS dan PAN yang sejak awal sudah deklarasi dan kampanye Demiz-Syaikhu, mengubah haluan.
Kapal dibelokkan ke pelabuhan baru, Sudrajat. Jadilah duet Sudrajat-Syaikhu. PKS sebagai juara bertahan dua kali pada Pilgub Jabar akhirnya gagal mempertahankan mahkotanya dan lebih memilih menjadi runner up dengan posisi cawagub.
Ketiga, perebutan cawagub RK oleh dua partai pengusungnya, PPP dan PKB, yang sampai saat ini belum jelas juga. PPP secara tegas ingin memasangkan Uu Ruzhanul Ulum, Bupati Tasikmalaya, dengan RK.
Dari hasil survei eLSID (Lingkar Studi Informasi dan Demokrasi) pada 30 November hingga 8 Desember terhadap 630 responden yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, nama Uu muncul tertinggi.
Menurut Direktur eLSID, Dedi Barnadi, dalam survei itu responden diajukan dua simulasi tentang calon wakil gubernur yang pantas mendampingi Emil pada Pemilu Gubernur Jawa Barat 2018. Pertama, ia mengajukan lima nama yang menjadi wakil gubernur tersebut.
Hasilnya, dai kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) dianggap menjadi yang paling pantas menurut 22,8 persen responden. Di urutan dua dan tiga terdapat Uu Ruzhanul Ulum (19,8 persen), dan Daniel Mutaqien (12,3 persen). Responden yang tidak menjawab sebanyak 25 persen.
Dedi mengatakan, pada simulasi kedua, saat nama Aa Gym tidak diajukan sebagai calon wakil, Uu Ruzhanul Ulum berada di urutan teratas. Sebanyak 23,8 persen responden menilai Bupati Tasikmalaya itu sebagai sosok yang paling pantas menjadi pasangan RK.
Penilaian responden terhadap Uu ini jauh melebihi pesaing terdekatnya yakni Daniel Mutaqien yang hanya dinilai pantas oleh 14,9 persen responden.
PKB juga mengajukan calon. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar telah menyodorkan kadernya mendampingi Ridwan Kamil di Pilgub Jawa Barat 2018, yakni Syaiful Huda. PKB belakangan melakukan komunikasi dengan Golkar dan sempat mengancam RK jika tidak segera memilih cawagub.
Keempat, sinyal PDIP untuk menarik RK. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga mengungkapkan PDIP telah menyiapkan tiga opsi untuk Pilgub Jabar. Pertama kata dia, PDIP bisa mengusung calon gubernur dan wakil gubernur sendiri dengan pilihan apakah sosok dua-duanya berasal dari internal PDIP aupun gabungan internal dan eksternal.
Untuk opsi tersebut, Eriko mengatakan telah ada nama-nama memiliki potensi untuk dicalonkan baik dari internal maupun eksternal. Untuk internal ada nama-nama seperti Bupati Majalengka Sutrisno, Anggota DPR TB Hasanuddin, Rieke Dyah Pitaloka dan Puti Guntur Sukarnoputra
"Sementara Anton Charliyan itu eksternal itu menonjol, dengan Iwa Karniwa (Sekda Jabar)," katanya.
Opsi kedua, PDIP akan berkomunikasi yang partai belum tegas menentukan pilihan seperti PPP, PKB, Hanura, untuk sama-sama berkoalisi dan menentukan cagub Jabar.
Opsi ketiga, pihaknya membuka diri kepada Ridwan Kamil, apabila melakukan yang bersangkutan berkomunikasi dengan PDIP. RK pun langsung menyambut sinyal itu meski sebelumnya RK tidak masuk ke dalam rencana PDIP dalam Pilgub Jabar.
Dinamika kelima, apapun hasil Pilgub Jabar akan berdampak terhadap Pilpres 2019 dan Presiden Jokowi. Pengajar politik Universitas Padjadjaran, Yusa Djuyandi, menyatakan kondisi politik di Jawa Barat menjadi sebuah medan pertempuran sendiri bagi Presiden Jokowi.
Bahwa seringnya Jokowi selama tahun 2017 mengunjungi beberapa daerah di Jawa Barat, kata Yusa, pada akhirnya ditujukan untuk dua tujuan, yaitu Pilkada Jabar 2018 dan Pilpres 2019. Meski kedatangan Jokowi adalah dalam kapasitasnya sebagai presiden, kata dia, bukan berarti di dalamnya tidak ada tujuan politik.
Sebagai buktinya adalah hasil dari beberapa kali kunjungan Jokowi dengan strategi interaksi politik yang terlihat dinamis dengan masyarakat, membuat popularitas Jokowi naik di Jawa Barat, dari yang sebelumnya berdasar survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) berada di angka 40.2 persen (2014) naik menjadi 48,8 persen.
Faktor keagamaan
Dinamika keenam, faktor keagamaan. Faktor ini menjadi salah satu alasan penting masyarakat Jawa Barat untuk menentukan pilihan mereka pada Pilgub Jabar 2018.
Bahkan kondisi yang terjadi saat pilkada DKI Jakarta 2017 diprediksi akan berpengaruh terhadap Pilgub Jabar mendatang. Kesimpulan tersebut merupakan hasil survei eLSID yang berlangsung 30 November-8 Desember. Survei melibatkan 630 responden di seluruh Jabar.
Direktur eLSID Dedi Barnadi menjelaskan, Pilgub Jabar 2018 tidak terlepas dari isu lokal yang berkembang saat ini. Meski faktor kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi menjadi alasan terpenting dalam memilih pemimpin, dasar agama juga tak kalah penting.
Dedi menyebutkan, dalam survei ini alasan memilih pemimpin karena mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi dipilih 22,7 persen responden. Kemudian, faktor kejujuran dipilih 11,5 persen, keberpihakan ke masyarakat 10,8 persen, dan faktor keagamaan 10,5 persen.
Hal sama disampaikan Yusa. Ia menilai cukup banyak masyarakat Jawa Barat yang mengharapkan adanya calon gubernur yang religius, bersih, berkompeten serta berpengalaman. Di samping itu masih ada harapan dari masyarakat bahwa beberapa partai yang pernah tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dapat kembali saling bersinergi.
Ekspektasi publik ini tentunya menjadi pertimbangan berbagai partai politik, terutama bagi partai yang di level pusat punya afiliasi dengan pemerintahan Jokowi.
"PDI Perjuangan yang biasanya cenderung cepat dalam mengusulkan nama calon, namun saat ini tidak tergesa-gesa, bahkan banyak melakukan pendekatan politik kepada partai-partai Islam seperti PKS," kata dia, Jumat (29/12).
Namanya dinamika pasti akan terus bergerak dan berubah.