REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepolisian Daerah (Polda) Bali tetap berfokus pada pemberantasan segala bentuk premanisme untuk program kerja 2018. Kapolda Bali, Irjen Pol Petrus Reinhard Golose mengatakan hal ini dilakukan untuk memberi kepuasan layanan masyarakat terhadap Polri.
"Masalah premanisme dan organisasi-organisasi yang tidak boleh ada di Bali tetap menjadi fokus kita," kata Golose dijumpai di Seminyak, Kamis (28/12).
Golose mengatakan praktik-praktik premanisme mengganggu kehidupan rakyat, terutama rakyat kecil. Pungutan-pungutan yang mereka lakukan meski kecil sekalipun tetap meresahkan masyarakat. Apalagi Provinsi Bali tahun depan akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada), khususnya pemilihan gubernur.
"Meski organisasi-organisasi terlarang ini berubah bentuk sekalipun, tetap kita telusuri. Laskar Bali, Baladika, Pemuda Bali Bersatu (PBB) jangan coba-coba lagi di 2018," kata Golose mengacu pada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) kepemudaan di Bali.
Salah satu terobosan kreatif Kapolda Bali tahun ini adalah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Counter Transnational Organized Crime (CTOC) yang berjumlah 88 anggota dan sudah lulus seleksi. Satgas ini bertugas menanggulangi kejahatan transnasional dan segala bentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum Polda Bali.
CTOC juga memiliki pasukan elite bernama Bali Wild Geese yang terdiri dari anggota pilihan yang sudah lulus tes dan sudah mengikuti latihan khusus oleh instruktur berpengalaman di bidang striking force. Bali Wild Geese bertindak sebagai penindak atau pemukul terakhir dengan menggunakan kekuatan personel terlatih, senjata, dan bahan peledak. Tugas mereka adalah mengamankan Bali dari aksi-aksi merugikan juga membahayakan.
Sepanjang 2017, Polda Bali berhasil mengungkap ribuan kasus dan tujuh di antaranya sangat menonjol. Salah satunya adalah penangkapan 32 warga negara asing (WNA) untuk kasus penipuan lintas negara. Para pelaku sudah berada di Bali selama setahun dan tempat tinggalnya selalu berpindah. Kasus penipuan ini dilakukan oleh WNA terhadap WNA dan tempat kejadian perkaranya di Cina.
Para pelaku merupakan satu jaringan yang sudah tertangkap di Surabaya dan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Selama beraksi setahun, mereka sudah melakukan penipuan dengan hasil mencapai Rp 20 triliun dengan korban WNA Cina. Petugas berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu 38 unit telepon rumah, 25 buah modem, tujuh unit router, 10 unit laptop, delapan ponsel Panasonic, kamera pengawas, dan paspor.
Advertisement