Sabtu 23 Dec 2017 12:41 WIB

Ini Kerawanan Klasik dalam Pemilu Menurut Komisi II DPR

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mencatat sejumlah kerawanan yang perlu diantisipasi dalam penyelenggaraan Pilkada 2018 mendatang. Kendati persiapan mulai dari regulasi, anggaran hingga personel penyelenggara Pemilu dinyatakan telah siap.

"Kami melihat kerawanan-kerawanan selain tempat, juga jenis kerawanannya. Tetap masih ada yang klasik, politik uang, kemudian penggunaan SARA, itu menjadi kerawanan," ujar Zainudin di Jakarta pada Sabtu (23/12).

Sebab menurutnya, hingga saat ini baik penyelenggara Pemilu maupun aparat penegak hukum belum mendapatkan cara tentang bagaimana mengendalikan kerawanan tersebut. Termasuk salah satunya media sosial yang mengarah pada SARA.

"Untuk mengeksplotir hal-hal yang bisa memunculkan pertentangan, konflik dan lain-lain yang menjurus ke fitnah dan sebagainya. Kami belum melihat cara, karena hal ini seharusnya bisa ditertibkan, tetapi kami belum," katanya.

Sementara terkait daftar pemilih, khususnya tidak berlakunya surat keterangan (suket) sebagai syarat untuk memilih bagi pemilih yang belum memiliki KTP elektronik, Amali menilai hal tersebut diberlakukan pada Pemilu 2019, bukan pada 2018. Hal ini karena sebagaimana penjelasan Kemendagri bahwa akhir 2018, semua harus menggunakan KTP-el.

"Akhir 2018, itu semua harus menggunakan KTP-el. Karena UU-nya bilang begitu, untuk Pemilu 2019. Kalau Pilkada 2018 masih bisa (gunakan suket). Kalau pilkada kan, belum berakhir 2018," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement