Selasa 21 Nov 2017 16:50 WIB

Kapolri: Kekuatan TNI-Polri Jauh Lebih Besar dari KKB

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jenderal Prof. Muhammad Tito Karnavian meluncurkan buku karyanya bersama Prof. Hermawan Sulistyo berjudul Democratic Policing di Auditorium Lantai 2 LIPI Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (21/11).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Kapolri Jenderal Prof. Muhammad Tito Karnavian meluncurkan buku karyanya bersama Prof. Hermawan Sulistyo berjudul Democratic Policing di Auditorium Lantai 2 LIPI Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku tidak akan merasa takut jika harus berhadapan dengan segala bentuk kelompok separatis maupun kriminal bersenjata di Papua. Ia bahkan siap meladeni segala perlawanan yang akan dilakukan kelompok bersenjata di tanah Papua.

"Papua, sudah saya jelaskan berkali-kali Papua. Pasti kita layani," ujar Tito Karnavian di LIPI, Jakarta, Selasa (21/11).

Tito menyatakan, kemampuan dan kapasitas bersenjata Indonesia melebihi kemampuan kelompok separatis di Papua. "Negara Indonesia ini kekuatan TNI Polri jauh lebih besar daripada mereka. Saya mantan Kapolda Papua, saya tahu. Kita hadapi," kata dia menegaskan.

Sebelumnya, dua mayat yang diduga merupakan personel kelompok kriminal bersenjata (KKB) ditemukan. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengakui, anggotanya menjadi korban serangan TNI dalam operasi pembebasan sandera di Tembagapura akhir pekan lalu. Ada dua yang tewas dan enam lainnya terluka.

Juru Bicara TPNPB Sebby' Sambom mengatakan, berdasarkan laporan anggotanya dari Tembagapura, penyerangan TNI dilakukan dengan menggunakan roket peluncur darat. Desa Utikini, Banti, dan Kimbeli di Tembagapura dihujani tembakan roket tersebut.

"Korban serangan roket peluncur darat atas nama llame Tabuni (pria) dan Berina Waker (wanita). TPNPB mengklaim bahwa kedua korban ini adalah anggota TPNPB, namun kami mengklasifikan mereka adalah warga sipil yang berada di Kimbeli," kata Sebby melalui siaran persnya yang diterima Republika, Senin (20/11).

Oleh karena itu, lanjut Sebby, jika hasil investigasi terbukti nanti, serangan itu adalah pelanggaran HAM dan Indonesia harus bertanggung jawab. Dalam laporan tersebut, serangan oleh militer Indonesia dengan senjata mematikan atau menggunakan roket balistik disebut sebagai pelanggaran HAM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement