Selasa 21 Nov 2017 13:15 WIB

Kelangkaan Generasi Dirgantara

Pesawat terbang CN235-220M Multi Purpose melakukan ferry flight, di Hanggar Finaly Assy Fixed Wing PT DI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (27/12).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pesawat terbang CN235-220M Multi Purpose melakukan ferry flight, di Hanggar Finaly Assy Fixed Wing PT DI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M Athar Ismail Muzakir, Kasie Kebijakan Iptek-Kemenristekdikti/Dosen Pascasarjana Ilmu Administrasi Universitas Islam Syekh Yusuf-Tangerang

Mengutip https://kitabisa.com/pesawatr80 , per 19 November 2017, pukul 10.21 wib, crowdfunding atau urun dana untuk pengembangan pesawat turbo prop R 80 yang didesain PT Regio Aviasi Industri (RAI) telah mencapai angka Rp 5,9 miliar.

Spirit atas penggalangan dana untuk pengembangan R 80 mengindikasikan masih tingginya asa anak bangsa untuk kebangkitan teknologi nasional. Pesawat R 80 sebagaimana halnya N 250 merupakan representatif dari fase pengembangan teknologi dari strategi berawal di akhir dan berakhir di awal yang pernah diadopsi oleh IPTN pada era BJ Habibie.

Pesawat R80 yang juga di rancang oleh BJ Habibie dikerjakan bersama dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dengan memanfaatkan segenap sarana dan sumber daya manusia yang tersebar di lembaga-lembaga riset nasional.

Dalam Master Phasing Plan R 80, diketahui bahwa preliminary design R 80 telah dimulai sejak 2013, tahap pengembangan pada 2014-2017, sertifikasi pengujian ditargetkan tahun 2018, dan puncaknya tahap serial production dijadwalkan pada 2018.

Namun sayang, karena masalah pendanaan, rencana pengembangan R 80 juga akhirnya molor. Rencana sertifikasi prototipe pesawat R80 kemudian bergeser ke tahun 2022, sebagai konsekuensinya target pemesanan pertama baru bisa dilakukan pada 2025.

Pertanyaannya, sejauhmana urgennya pengembangan R 80 untuk bangsa Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, analisis dapat dipilah ke dalam tiga tinjauan, yaitu pangsa pasar, keunggulan teknologi, dan ancaman punahnya generasi emas dirgantara nasional.

Permintaan pesawat sejenis R 80 hingga 2032 sangat besar, baik untuk pasar domestik maupun internasional. Untuk pasar domestik, kebutuhan untuk pesawat sejenis R80 kira-kira sebanyak 300 sampai 400 unit.

Tingginya permintaan dapat dilihat dari permintaan domestik terhadap pesawat ATR 72 buatan Prancis. Data per tahun 2015 menunjukkan, ATR-72 telah banyak digunakan sejumlah maskapai di antaranya Trigana Air, Wings Air, Sriwajaya Air, bahkan Garuda Indonesia.

Wings Air telah mengorder sejumlah total 80 pesawat, adapun Garuda Indonesia juga telah mengorder total 35 pesawat (Muzakir, 2015). Untuk skala internasional pada tahun 2015, permintaan terhadap pesawat sejenis R 80 juga cukup tinggi, yaitu mencapai 662 unit.

Dari sisi teknologi, pesawat R-80 lebih unggul dibandingkan ATR 72-600 khususnya pada jumlah kapasitas penumpang dan kecepatannya. Bahkan, jika dibandingkan dari aspek efisiensi konsumsi bahan bakar dengan Airbus dan Boeing pun, R 80 dilaporkan masih lebih unggul.

Sebab, baypass ratio-nya sekitar 40, sementara Airbus atau Boeing hanya 12. Dalam berbagai kesempatan, Pak Habibie selalu mengingatkan, ’’Jika tidak ada program sejenis R 80 saat ini, dalam dua atau tiga tahun ke depan, kemampuan engineer dalam mendesain pesawat terbang akan punah”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement