Senin 24 Jul 2017 18:46 WIB

ADI: Perlindungan Anak Butuh Peran Banyak Pihak

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Perlindungan anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Perlindungan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) meminta kalangan profesi untuk terlibat dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Terutama dari kekerasan seksual dan penyalahgunaan narkoba.

Ketua ADI Pusat Armai Arief mengatakan,perlindungan anak yang rendah masih terjadi di indonesia. Akibatnya persoalan anak kini semakin kompleks. Ia mengutip data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama 2011-2016 terjadi peningkatan signifikan persoalan anak.

Yaitu anak yang berhadapan dengan hukum menduduki peringkat pertama jumlahnya 7.480 kasus, keluarga dan pengasuhan 4.126 kasus. Posisi berikutnya pendidikan 2.365 kasus. Kesehatan dan NAPZA sebanyak 1.802 kasus. Pornografi dan cyber crime 1.593 kasus, eksploitasi 1.254 kasus. Kemudian agama dan budaya 906 kasus, sosial dan anak dan situasi darurat 879 kasus.

Padahal, kata dia, anak adalah tunas bangsa yang memiliki segala potensi dan sebagai generasi penerus bangsa harus disiapkan melalui pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Ini diperkuat dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak no 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Untuk itu, persoalan tersebut harus diselesaikan. Dan tidak bisa diselesaikan sendirian. "Butuh peran berbagai pihak," katanya saat seminar nasional bertema 'Peran Penting Profesi dan Mitra Usaha dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Kejahatan dan Kekerasan Seksual Serta Penyalahgunaan Narkoba', di Jakarta, Senin (24/7).

Indonesia, kata dia, kaya akan berbagai profesi termasuk instansi pemerintah, penegak hukum, hingga lembaga masyarakat sebagai kelompok yang paling dekat dengan masyarakat yang bisa terlibat untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Ia menyebut ada beberapa hal yang bisa dilakukan bersama kalangan profesi.

"Di antaranya pertama menjadikan peran penting profesi pendididikan, psikolog, psikiater, humaniora, hukum, ekonomi dan pendidikan tinggi sebagai sarana dan wadah untuk mengoptimalisasikan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak indonesia secara khusus," ujarnya.

Ia menegaskan,anak harus disiapkan jadi sumber daya yang baik dan berkualitas. Selain itu diharapkan langkah ini untukmemperoleh akses ekonomi, politik, sosial, dan budaya agar perempuan mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah.

"Sehingga mereka (perempuan dan anak) mampu membangun kemampuan dan konsep diri terhindar dari kejahatan dan kekerasan seksual," katanya. Ia berharap, mudah-mudahan kegiatan ini bisa menjadi kegiatan sosialisasi pada semua lapisan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement