Senin 10 Jul 2017 17:01 WIB

Ini Pendapat Yusril Soal Hak Angket Terhadap KPK

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan DPR sebagai lembaga legislatif dapat menggunakan Hak Angket terhadap KPK sebagai institusi eksekutif dalam konteks pengawasan kinerja lembaga tersebut.

"KPK dibentuk dengan UU maka untuk mengawasi pelaksanaan UU tersebut maka DPR dapat melakukan Hak Angket terhadap KPK," kata Yusril dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Khusus Hak Angket KPK, di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (10/7).

Dia menjelaskan posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah lembaga eksekutif karena institusi tersebut melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Karena itu, menurut dia, pada awal pembahasan Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam pandangan umum fraksi-fraksi maupun pembahasan ditingkat Panitia Khusus terjadi kekhawatiran tumpang tindih dengan lembaga lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan.

"Dimana kedudukan KPK? Kalau masuk yudikatif jelas tidak, dia bukan badan pengadilan yang bisa mengadili dan memutus perkara. Badan legislatif juga bukan karena tidak menghasilkan produk peraturan perundang-undangan," ujarnya.

Yusril mengatakan saat itu dirinya menjelaskan tumpang tindih atau "overlapping" tugas KPK itu tidak akan terjadi dalam melakukan tugas-tugas di bidang penyelidikan dan penuntutan dengan syarat-syarat tertentu.

Menurut dia, syarat-syarat tertentu itu seperti penyelidikan dan penyidikan penyelenggara negara, kerugian negara diatas Rp1 miliar, dan perkara yang menarik perhatian masyarakat.

"Jadi dengan tiga pembatasan itu maka 'overlapping' tidak terjadi. Lalu bagaimana pelaksanannya? Itu tugas di Pansus Angket untuk penyelidikan, saya tidak bahas itu," ujarnya.

Selain itu menurut Yusril, pada 1950 Hak Angket kembali diberlakukan di DPRS yang merupakan gabungan KNIP dan anggota RIS lalu lahir UU nomor 7 tahun 1954 tentang angket. Yusril menegaskan, angket bukan sesuatu yang baru jadi sudah dijalankan di sistem parlementer dan melekat di DPR.

Dia juga menjelaskan, dalam UUD 45 disebutkan tugas DPR yaitu membuat UU, pengawasan, dan membahas anggaran serta dalam rangka tugas pengawasan DPR dibekali hak untuk menyelidikan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus Hak Angket dengan ahli hukum tata negara, Pansus mengajukan empat poin pertanyaan kepada Yusril dan juga pakar hukum tata negara Zain Badjeber.

Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menyatakan, empat pertanyaan itu adalah keberadaan hak angket dalam sistem ketatanegaraan, posisi DPR menjalankan tugas penyelidikan, kelembagaan KPK dalam sistem ketatanegaraan dan latar belakang sejarah lahirnya KPK.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement