Rabu 15 Mar 2017 14:34 WIB

Mendagri Minta DPR Percepat Uji Kelayakan Komisioner KPU-Bawaslu

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dimintai keterangan oleh awak media sebelum melakukan pertemuan tertutup bersama pimpinan Ombudsman di Gedung Ombudsman, Jakarta, Kamis (16/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dimintai keterangan oleh awak media sebelum melakukan pertemuan tertutup bersama pimpinan Ombudsman di Gedung Ombudsman, Jakarta, Kamis (16/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, meminta DPR menyegerakan pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi calon komisioner KPU dan Bawaslu. Menurut Tjahjo, pemerintah telah menyerahkan nama-nama kandidat komisioner kedua lembaga tersebut ke DPR. 

"Sebaiknya dipercepat saja. Sebab, nama-nama kandidat sudah dikirim ke DPR," ujarnya kepada wartawan usai menghadiri Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (15/3). 

Dengan penyerahan nama, lanjutnya, proses uji kepatutan dan kelayakan seharusnya dapat dijadwalkan segera. Sebab, dengan penyerahan itu, pemerintah sudah sepakat dengan calon kandidat hasil seleksi tim seleksi komisioner. 

Sebelumnya, Ketua  KPU Juri Ardiantoro berharap tidak ada kekosongan dalam pengisian jabatan komisioner setelah masa jabatan tujuh komisioner selesai pada 12 April mendatang. Hingga saat ini, DPR belum memastikan jadwal uji kepatutan dan kelayakan bagi kandidat calon komisioner KPU. 

Juri menegaskan, pada prinsipnya, KPU berharap pemerintah sudah menetapkan komisioner KPU baru setelah tujuh komisioner lama mengakhiri masa jabatan. Namun, jika memang belum ada ketetapan, KPU menyerahkan kebijakannya kepada pemerintah.

"KPU tidak bisa menjawab itu. Sebab itu harus dijawab oleh pembuat UU, dalam hal ini DPR. Bagi kami, yang penting tidak terjadi kekosongan jabatan," kata Juri di Jakarta Pusat, Selasa (14/3). 

Selain DPR, lanjutnya, pemerintah juga berhak memberikan kebijakan mengenai kondisi ini. "Misalnya saja, situasi sekarang dianggap gawat sehingga jabatan komisioner KPU harus diperpanjang sehingga keluar Perppu," tutur Juri. 

Pihaknya menyatakan siap jika kebijakan perpanjangan jabatan akan diberlakukan. Menurut Juri, jika diperpanjang, tujuh komisioner akan tetap bertugas seperti biasa. 

Sementara itu, saat disinggung tentang keterkaitan antara persiapan Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019 dengan belum terpilihnya komisioner, Juri optimistis jika nantinya tidak akan mengganggu proses ketiga agenda itu. "Bisa saja terjadi, tetapi kami kira tidak terlalu mengganggu. Sebab, tugas KPU kan nanti tetap berkesinambungan. KPU pun juga punya Sekretariat Jenderal," tambahnya. 

Terpisah, Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, mengatakan pemerintah belum perlu memperpanjang masa jabatan komisioner. Perpanjangan masa jabatan komisioner KPU harus memiliki dasar hukum yang kuat. 

"Kami belum melihat ada urgensi untuk diperpanjang. Kalau misalnya diperpanjang, harus ada dasar hukumnya. Sebab ini perihal lembaga yang punya otoritas sangat penting," ujar Hadar di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Selasa. 

Hadar mengingatkan jika perpanjangan masa jabatan komisioner KPU belum memiliki dasar hukum pada undang-undang (UU). Perpanjangan ini, lanjutnya, merupakan otoritas Presiden. "Tentu saja Presiden harus berhati-hati dalam mengambil keputusan itu. Jangan sampai nanti ada permasalahan hukum lanjutan," tutur dia. 

Dia tetap optimistis pemerintah segera memastikan jadwal uji kepatutan dan kelayakan calon komisioner KPU. Setelah ditetapkan jadwal, DPR diharapkan dapat memilih kandidat terbaik untuk menjadi komisioner yang baru. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement