Jumat 10 Mar 2017 07:21 WIB

PSHK Minta Saksi Kunci Kasus Korupsi KTP-El Dilindungi

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ilham
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting (kiri).
Foto: Republika/ Wihdan
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa membongkar kasus megakorupsi KTP-el setuntas-tuntasnya. Menurutnya, untuk bisa menyelesaikan kasus tersebut dengan menjerat semua nama yang diduga terlibat, tidak bisa lepas dari peran saksi, whistleblower maupun justice collaborator.

Karena itu, Miko meminta saksi, whistleblower maupun justice collaborator bisa benar-benar dilindungi secara optimal. "Pengungkapan kasus ini sangat bergantung salah satunya pada keberadaan saksi. Untuk itu, mekanisme proteksi terhadap saksi-saksi kunci, whistleblower, maupun justice collaborator dalam kasus ini harus dilakukan secara optimal," kata Miko dalam pesan singkatnya, Jumat (10/3).

Miko melanjutkan, salah satu cara yang bisa dilakukan KPK untuk melindungi para saksi tersebut adalah bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sehingga, nantinya para saksi tidak ketakukan untuk mengungkap fakta-fakta yang terjadi dalam kasus tersebut.

"Kerja sama KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjadi penting," kata Miko.

Seperti diketahui, sidang perdana kasus megakorupsi KTP elektronik digelar pada Kamis (9/3) dengan agenda pembacaan dakwaan. Pada persidangan, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.

Dalam dakwaan, disebutkan juga nama-nama besar di dunia perpolitikan Indonesia yang disebut-sebut ikut mencicipi uang haram tersebut. Nama-nama itu adalah Setya Novanto, Anas Urbaningrum, M Nazaruddin, Ganjar Pranowo, Chaeruman Harahap, Agun Gunandjar Sudarsa, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, dan lain sebagainya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement