REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya memang mendapat informasi berharga dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Namun, KPK tidak hanya menggunakan keterangan Nazaruddin sebagai bukti tunggal.
Febri mengatakan penyidik juga melihat keterangan dari saksi lain untuk mencari kesesuaian antara satu dengan informasi lain yang kuat. "Keterangan Nazaruddin itu keterangan awal yang cukup penting bagi KPK, yang akan kita sampaikan nanti ketika sudah lakukan klarifikasi dan pengecekan," ujarnya di kantor KPK, Jakarta, Selasa (7/3).
Terkait pernyataan Ketua DPR RI Setya Novanto yang meminta agar KPK tidak gaduh dalam pengusutan kasus KTP-el, Febri mengatakan penanganan kasus itu sudah berada di jalur hukum. Karena itu, menurut dia, proses hukum tentu harus dihormati bersama.
"Kita sedang mengusut kasus KTP-el dan pengusutan dilakukan di jalur hukum, sebaiknya proses hukum itu dihormati bersama-sama," katanya.
Lembaga antirasuah itu juga tidak akan terpengaruh dengan situasi politik saat ini maupun nanti. Bagi Febri, KPK sebagai lembaga penegak hukum hanya menjalankan prinsip yang sederhana, yaitu penegakan hukum harus berdasarkan bukti yang kuat.
"KPK itu kan penegak hukum. Prinsip di KPK sederhana, penegakan hukum harus berdasarkan bukit yang kuat," ucapnya.
Febri menambahkan, ada beberapa saksi yang diperiksa dan didalami terkait indikasi para pihak yang diduga mengatur proyek. Saat ini, KPK masih belum bisa membuka secara rinci soal siapa dan bagaimana itu dikendalikan. KPK pun tidak merasa khawatir jika keterlibatan nama-nama besar yang mengendalikan proyek itu dikuak.
"KPK hanya mendasarkan kewenangan pada UU 30/2002 tentang KPK, kita lakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, itu sudah kami lakukan. Kalau ada fakta hukum tentu akan kami dalami lebih lanjut," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menyatakan bakal mengungkap nama-nama besar yang terlibat dalam kasus suap proyek KTP-el. Berkas kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Maret kemarin, dengan dua terdakwa, Sugiharto dan Irman.
Nama-nama besar tersebut berasal dari kalangan politisi, birokrat dan swasta. Ada tiga klaster besar dalam kasus ini, mulai dari sektor politik, birokrasi dan swasta. KPK melalui penuntut umumnya dalam persidangan kasus KTP-el pada 9 Maret nanti, tentu akan membeberkan nama-nama besar yang terindikasi terlibat dalam kasus tersebut. Termasuk perannya dan apakah ada aliran dana kepada mereka.
Kasus pengadaan proyek KTP-el telah merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Besarnya indikasi kerugian negara akibat perkara proyek KTP-el ini memang besar membuat untuk terus berupaya melakukan pengembalian kerugian negara yang mencapai Rp 2,3 triliun itu.
Tebal berkas yang dilimpahkan untuk tersangka Sugiharto, 13 ribu lembar. Saksi yang diperiksa untuknya, yakni 294 orang dan lima ahli. Sedangkan berkas perkara untuk tersangka Irman, mencapai 11 ribu lembar, dengan total 173 saksi dan lima ahli.