Oleh: DR Denny JA*
Quick Count LSI Denny JA pada jam 16.30 data masuk 95 persen, menyimpulkan: Pilkada DKI berlangsung dua putaran dengan tingkat dukungan sbg berikut
- Agus dan Sylvi: 16.88 persen
- Ahok dan Basuki: 42.95 persen
- Anies dan Sandi: 40. 17 persen
Data juga menunjukkan Golput sekitar angka 23 persen.
Pasangan Ahok dan pasangan Anies maju ke putaran kedua. Pasangan Agus gugur di putaran pertama. Apa yang terjadi?
Konf pers LSI 5 hari sebelum pencoblosan, memprediksi 2 hal:
1) Pilkada berlangsung dua putaran
2) Dukungan calon berada dalam ambang batas:
Agus-Sylvi: 24.4- 39.6 persen
Ahok-Djarot: 27.2 - 39.2 persen
Anies-Sandi: 25.6- 38.4 persen
Quick count menunjukkan bahwa sesuai dengan prediksi, pilkada dua putaran terjadi. Namun dari sisi elektoral, Agus mendapatkan lebih kecil dari ambang batasnya. Sementara Ahok dan Anies mendapatkan lebih besar dari ambang batasnya.
Apa penyebab perubahan dalam lima hari setelah publikasi? Mengapa suara Agus lebih rendah dari ambang batas? Mengapa Ahok dan anies di atas ambang batas?
Ini beberapa isu yang memerlukan pengujian lebih lanjut. Pertama, terjadi Efek Antasari. Ekpose berita soal Antarasi yang menyatakan SBY inisiator kriminalisasi dirinya menjadi berita besar. Itu isu berbau sensasional dan heboh. Berita ini digulirkan secara massif sehari sebelum pencoblosan. Twit war dan pro kontra terjadi, diblow up media sedemikian rupa.
SBY memang sudah memberikan jawaban, dan melaporkan Antasari ke jalur hukum.
Namun discourse SBY versus Antasari ternyata lebih banyak merugikan Agus. Suara Agus banyak beralih ke Anies, dan terutama ke Ahok. Data quick count menunjukkan perubahan dukungan itu.
Kedua, Golput sekitar 23 persen. Ini lebih rendah dibanding pilkada DKI sebelumnya yang umumnya di atas 30 persen. Yang datang ke TPS memang lebih besar dibanding pilkada sebelumnya. Namun Golput itu lebih banyak datang dari pendukung Agus yang mayoritas berasal dari segmen menengah bawah.
Dari studi Golput yang LSI lakukan terhadap kasus beberapa wilayah, golput umumnya datang dari pemilih menengah bawah.
Pemilih menengah bawah umumnya lebih potensial tak datang ke TPS karena beberapa alasan. Alasan ekonomi: karena umumnya mereka punya upah harian. Jika ke TPS, ia akan hilang upah hariannya.
Alasan teknis: karena alasan problem administrasi surat menyurat dokumentasi kependudukan. Problem admin ini membuat mereka tak datang ke TPS.
Yang lainnya alasan politik. Umumnya kesadaran politik di segmen menengah bawah ini kurang partisipatif dalam politik.
Selamat kepada dua calon gubernur yang maju ke putaran kedua.
* DR Deny JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia.