REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan penyidik Bareskrim Mabes Polri mengajukan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Hal ini setelah Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama terhadap Surat Al Maidah ayat 51.
"Karenanya kami mengajukan pencegahan terhadap yang bersangkutan pasca ditingkatkan kasus ini ke penyidikan," ujar Tito di Rupatama Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (16/11).
Tito beralasan pencegahan kepada Ahok bukan karena Ahok dikhawatirkan akan melarikan dari, melainkan prosedur pasca ditetapkan Ahok sebagai tersangka. Pasalnya, penyidik juga belum menetapkan langkah penahanan terhadap Ahok.
Ia mengungkap ada dua alasan objektif dan subjektif dalam melakukan penahanan terhadap tersangka. Subjektifnya kata Tito, ada dua hal yang menjadi alasan seorang tersangka harus ditahan yakni dikhawatirkan tersangka melarikan diri. Namun, kata Tito, dalam kasus ini Ahok sebagai calon kandidat pilkada yang sedang berkampanye memiliki indikasi kecil untuk melarikan diri.
Tito menambahkan selain itu Ahok pun dinilai kooperatif dalam kasus ini. Sebagai contoh, sebelum dipanggil Ahok telah berinisiatif ke Mabes Polri untuk melakukan klarifikasi. Ketika dipanggil pun ia tidak mangkir dari pemeriksaan.
"Namun polisi tidak mau kecolongan maka dilakukan pencegahan keluar negeri," katanya.
Alasan kedua, kata Tito, kekhawatiran tersangka akan menghilangkan barang bukti. Dalam kasus ini, barang bukti yang berbentuk video pernyataan Ahok diketahui sudah disita polisi. Sehingga kemungkinan tersangka menghilangkan barang bukti pun kecil.
"Dari tim yang melakukan penyidikan memutuskan tidak melakukan penahanan, tapi pencegahan ke luar negeri sehingga yang bersangkutan tetap di dalam negeri," kata Tito.