REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi ekonomi Universitas Gunadarma Depok, Jawa Barat, Dr. Beny Susanti mendesak pemerintah untuk tidak mengurangi anggaran pendidikan walaupun Undang-Undang APBN-Perubahan tahun 2016 akan direvisi.
Wanita yang akrab dipanggil Susanti itu menyatakan pemerintah harus berhati-hati jika ingin melakukan pemotongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBNP) 2016 untuk sektor pendidikan dan kebudayaan agar tidak melupakan tujuan pendidikan nasional.
"Terkait penghematan dan pemotongan anggaran dalam APBNP 2016, pemerintah harus hati-hati, karena akan berdampak dengan program yang telah dibuat selama ini," kata Susanti pada Antara di Jakarta, Jumat (5/8).
Pemerintah berencana melakukan pemotongan APBNP 2016 sebesar Rp 50,02 triliun termasuk anggaran Kementerian Pendidikan sebesar Rp 6,6 triliun. Penyebabnya adalah seretnya penerimaan negara tahun ini, khususnya dari perpajakan.
"Penerimaan negara tahun ini akan mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun-tahun sebelumnya. Penerimaan dari sisi pajak akan kurang sekitar Rp219 triliun," ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sidang kabinet paripurna, Rabu (3/8).
Dalam waktu dekat pemerintah akan segera merevisi undang-undang APBNP 2016 tersebut. Pemotongan ini akan berdampak luas pada alokasi anggaran prioritas pendidikan nasional seperti, beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), beasiswa Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Tertinggal, dan Terluar (SM3T), Biaya Operasional kepada Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), beasiswa dosen S2/S3, pendirian perguruan tinggi (PT) baru dan akademi komunitas.
Susanti yang sudah 19 tahun menjadi dosen ekonomi ini tidak setuju jika pemotongan anggaran dilakukan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Saya tidak setuju karena dapat mengganggu penyelenggaraan pendidikan Nasional. Pendidikan sangat dibutuhkan bagi kelanjutan Bangsa Indonesia." ucapnya.
Dia juga mengatakan pemerintah harus memperhatikan pengembangan pendidikan di banyak daerah tertinggal yang juga membutuhkan perhatian lebih seperti memberikan fasilitas yang terbaik.
"Pendidikan merupakan investasi negara yang sangat berharga, Kebijakan yang salah terhadap dunia pendidikan, akan berdampak secara langsung kepada anak bangsa mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi," ujar Susanti.
Susanti mengatakan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla perlu melakukan pengawasan anggaran secara integral sehingga anggaran yang dikucurkan untuk dana pendidikan melalui kementerian pendidikan benar-benar dapat digunakan secara optimal.
Ia juga menambahkan pemerintah perlu melakukan evaluasi keberhasilan sistem pendidikan yang telah dilakukan selama ini, dan menilai anggaran yang sudah ada cukup memadai atau justru perlu diberikan tambahan.
"Memang kondisi saat ini memaksa pemerintah untuk melakukan penyesuaian APBNP Pendidikan tahun 2016, jika memang terpaksa harus melakukan penyesuaian tersebut pada Kementerian Pendidikan jangan sampai mengganggu tujuan pendidikan nasional kita," kata Susanti.