REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Kepala Badan Penyalur Obat dan Makanan (BPOM), Tengku Bahdar Johan Hamid, mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap pedagang besar farmasi (PBF) terkait peredaran vaksin bayi palsu. Hingga saat ini, BPOM pusat telah mendapatkan temuan penggunaan vaksin palsu di empat daerah.
"Kami mengirimkan surat kepada PBF dan distributor agar menjaga marketing dan salesmannya untuk tidak menjual produk yg diragukan mutu atau diduga palsu. Imbauan kepada sarana pelayanan kesehatan agar jangan membeli produk dari penyalur free lance juga telah kami lakukan," jelas Bahdar ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (26/6).
BPOM juga memerintahkan seluruh balaipom di 32 provinsi untuk mengadakan pemeriksaan di seluruh sarana distributor dan sarana pelayanan kesehatan. Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi peredaran vaksin palsu.
"Sejauh ini kami sudah temukan vaksin yang diduga palsu di salah satu RS swasta di Tangerang, Bali, Bandung serta Pekanbaru. Semua sudah kami amankan dan sedang dicek di laboratorium serta konfirmasi ke pabrik apenyalur resmi vaksin tersebut," tambah Bahdar.
Menurut Bahdar, masyarakat yang menemukan atau mencurigai adanya vaksin palsu dapat melapor ke kontak Halo BPOM 1500533. Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menyatakan peredaran vaksin palsu penyebab bayi meninggal telah terjadi selama belasan tahun.
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya menyebut pengungkapan vaksin bayi palsu berasal dari informasi masyarakat mengenai adanya bayi meninggal dunia usai diimunisasi. Atas dasar tersebut kepolisian mengumpulkan data-data dan fakta di lapangan untuk dijadikan bahan penyelidikan.
Kepolisian telah mengirimkan sampel vaksin palsu ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) untuk diperiksa komposisi kandungannya. Hingga saat ini, polisi telah mengamankan 10 orang tersangka dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk balita.