REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi pada Jumat (3/6). Ia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap penganganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Iya, yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DAS (Doddy Aryanto Supeno)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi Jumat (3/6).
Adapun, pemeriksaan Nurhadi kali ini merupakan pemeriksaan ketiga bagi dirinya dalam kasus ini. Ia sendiri sudah tiba di Gedung KPK sebelum pukul 09.00 WIB. Belum diketahui keterlibatan Nurhadi dalam kasus ini, namun KPK telah mencegahnya berpergian ke luar negeri dan menggeledah ruangan kerja dan kediamannya.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Indriati mengatakan pemeriksaan kepada Nurhadi sebelumnya untuk mengonfirmasi keterlibatannya dalam kasus tersebut dan temuan uang sebesar Rp 1,7 miliar oleh penyidik pada saat penggeledahan KPK di kediaman Nurhadi beberapa waktu lalu.
"Ya ada (soal Rp 1,7 miliar), dikonfirmasi mengenai hasil geledah dirumahnya, lalu keterkaitannya dengan kasus-kasus yang disidik," kata Yuyuk.
Adapun KPK memanggil Nurhadi dalam kasus ini lantaran ia dinilai mengetahui perkara-perkara yang berkaitan dengan kasus dugaan suap yang telah menjerat Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Dalam kasus suap PN Jakpus, diketahui KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu yang ditengarai sebagai uang 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.
KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.