Jumat 25 Mar 2016 17:29 WIB

Kontroversi Transportasi Pernah Terjadi pada 1971

Sopir taksi melakukan anarkis terhadap pengemudi ojek online di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (22/3). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Sopir taksi melakukan anarkis terhadap pengemudi ojek online di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (22/3). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jaringan Kemandirian Nasional Priyo Pamungkas Kustiadi mengingatkan kontroversi transportasi antarangkutan umum pada saat ini pernah terjadi pada tahun 1971.

"Pada tahun 1971 fenomena taksi plat hitam hits pada saat itu. Gubernur Ali Sadikin kemudian membuat aturan taksi harus miliki badan hukum," kata Priyo Pamungkas Kustiadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (25/3).

Saat itu, ujar dia, aturan tentang perusahaan taksi minimal 100 kendaraan maka hanya pengusaha dari perusahaan besar saja yang mampu mendapat pinjaman dari pihak perbankan.

Kemudian, lanjutnya, taksi "bodong" yang lain akhirnya membentuk koperasi dan lahirlah tahun 1972 Koperasi Taksi sebagai pelopor koperasi taksi pertama.

"Persis kejadiannya dengan booming Grab dan Uber sekarang," katanya.

Permasalahan saat ini, menurut Priyo, berujung di regulasi, khususnya terkait Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Ia mengingatkan solusi membentuk koperasi sudah dilakukan oleh pelaku usaha transportasi berbasis aplikasi, dan untuk transportasi sepeda motor bisa saja dengan kebijakan bersama membuat tanda khusus di sepeda motor dan diperbolehkan untuk ojek.

"Semisal dengan stiker sebagai bea pajak bisnis transportasi, atau kartu khusus ojek. Sama halnya dengan TKI yang miliki sertifikasi dari balai kerja BNPTKI. Nah resmi toh," katanya.

Sekjen Jaringan Kemandirian Nasional juga mengingatkan agar perusahaan taksi besar juga mawas diri, intropeksi atas pelayanan yang dibuat.

Dia mengingatkan, perkembangan e-commerce meningkat tapi sisi hukumnya lemah tanpa disadari ketika pengguna transportasi daring mendaftarkan nama, email, nomor telepon, alamat jemput, tujuan dan kartu kredit.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement