Jumat 25 Mar 2016 06:45 WIB

Perlu Pendekatan Partisipatif untuk Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat Sekitar Hutan

Perlu Pendekatan Partisipatif untuk Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat Sekitar Hutan
Perlu Pendekatan Partisipatif untuk Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat Sekitar Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim  Kementerian LHK Dr. Bambang Supriyanto mengingatkan bahwa pendekatan partisipatif  dan kemitraan perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan.

''Hal itu dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam mengembangkan hasil hutan bukan kayu yang menjadi primadona daerah Lombok seperti bambu tabah, lebah madu, kopi sambung, talas, singkong, ubi jalar, kemiri,  duren lombok,'' kata Bambang saat melakukankunjungan kerja ke Nusa Tenggara Barat.

Pola pendekatan partisipatif ini bisa membantu 256 kepala keluarga di sekitar Hutan Rarung Lombok dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu melalui koperasi Wana Makmur yang terdiri dari 6 kelompok tani.

Menurut Kepala Balai Penelitian Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu Kementerian LHK Mataram, Ir. Harry Budi S. MP, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rarung yang luasnya sekitar 306, 6 hektar merupakan salah satu laboratorium  alam yang ada di Indonesia, terutama dalam budidaya tanaman bambu tabah yang pemasarannya berorientasi eksport ke Korea dan Jepang.

Saat ini pemasaran rebung bambu tabah telah menembus pasar internasional seperti Cina dan Taiwan. Sedangkan nilai tambah dari madu Trigona diorientasikan untuk propolis, madu dan bee pollen. Untuk memanfaatkan ruang juga dikembangkan jenis kopi sambung yang mampu berproduksi 60 kg/pohon/ tahun.

Tanaman pangan lokal seperti talas, singkong, ubi jalar dimaksudkan untuk memenuhi ketahanan pangan masyarakat lokal. Disamping itu di sini juga dikembangkan inokulum kayu Girynops versteegii umur 7 tahun yang dapat menghasilkan dihasilkan gubal gaharu sekitar Rp. 15 juta untuk klas super dan Rp 3 juta  untuk kelas rendah.

Juga dikembangkan biofuel dari tanaman nyamplung walaupun biaya produksi dalam skala laboratorium sebesar Rp 15 000 masih lebih tinggi dibanding harga pasar yaitu sekitar Rp 5650/liter.

Balai Penelitian Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram mengembangkan bambu tabah (Gigantochloa nigrrociliata BUSE KURZ) di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Rarung, Lombok NTB.  Hal  ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatan ekonomi kawasan masyarakat di sekitar kawasan hutan melalui pola kemitraan dengan kelompok-kelompok tani.

Harapannya bambu tabah dapat membawa berkah bagi petani penggarap, karena dari rumpun-rumpun bambu tabah akan tumbuh rebung (tunas bambu) berkualitas yang siap diterima di pasar lokal maupun global. Selain itu batang bambu yang tua dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri kerajinan. 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement