REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Laut Internasional, Hasyim Djalal mengatakan pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bisa mengadukan pemerintah Cina ke Pengadilan Hukum Laut Internasional atau International Tribunal for Law of the Sea (ITLOS).
Pengaduan ini terkait dengan aksi pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asal Cina di sekitar perairan Natuna, Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu. Langkah ini dianggap sebagai suatu sikap dan penegasan dari pemerintah Indonesia terkait posisi mereka atas kasus tersebut.
''Bahwa Indonesia benar dari segi apapun, termasuk segi hukum. Jadi kita tidak merasa bersalah sama sekali dengan menangkap pencuri ikan di Zona Ekonomi kita, karena itu sesuai dengan hukum internasional dan hukum nasional Indonesia,'' katanya kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon, Kamis (24/3).
Tidak hanya itu, sebenarnya kondisi yang sama juga berlaku terhadap Cina. Pemerintah Cina, ujar Hasyim, juga tentu akan menangkap para pelaku ilegal fishing di sekitar wilayah zona ekonomi dan wilayah perbatasan mereka.
Cina pun tidak bisa begitu saja memprotes jika kondisi itu terjadi terhadap warga negara mereka yang kedapatan melakukan pencurian ikan di wilayah negara lain, dalam hal ini Indonesia.
''Jadi jika ibu Susi (Pudjiastuti) dan pemerintah Indonesia merasa, kalau perlu pergi ke pengadilan untuk membuktikan siapa yang salah. Itu semacam keyakinan, Indonesia berada di pihak yang benar,'' tutur mantan diplomat senior yang juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk PBB tersebut.
Sebelumnya, Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, mengancam akan membawa pemerintah Cina ke ITLOS. Hal ini dilakukan jika pemerintah Cina bersikeras dan tetap mengklaim perairan Natuna sebagai bagian dari traditional fishing ground para nelayan Cina.
Kendati begitu, terkait upaya mendorong perdamaian di Laut Cina Selatan secara umum, Hasyim menilai, Indonesia masih harus melihat Cina sebagai rekanan. Selama ini, posisi pemerintah Indonesia, ujar Hasyim, memang tidak melihat Cina sebagai ancaman. Hasyim pun tidak bisa memastikan sepenuhnya, apakah visi pemerintah Indonesia itu sudah berubah atau belum.
''Saya barangkali melihat, belum sampai posisi itu. Kita mungkin masih melihat Cina sebagai teman dalam pembangunan, pengembangan pengertian, pembinaan kerjasama, perdamaian dan keamanan di Laut Cina Selatan,'' jelasnya.