Kamis 25 Feb 2016 21:00 WIB

'Partai Politik Indonesia Seperti Warung'

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
Bendera partai politik
Foto: galangtaufani.wordpress.com
Bendera partai politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mendorong pencabutan revisi Undang-Undang nomor 20 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dari Program Legilasi Nasional (Prolegnas) membuat partai politik yang mengikuti pasar yang sedang berkembang.

Hal ini membuat partai politik seperti pedagang yang menjual apa yang diinginkan publik. "Partai politik di Indonesia seperti warung, supermarket atau minimarket, semua ada apa yang dimau," kata Pengajar Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Harmonis, Kamis (26/2).

Harmonis mengatakan proses politik seperti itu memang ada dalam demokrasi. Dimana partai politik mengikuti kemauan publik. Namun hal ini justru membuat partai politik seperti mengikuti tren pasar. "Ikuti arahnya tren kemana, banyak yang dukung, sekarang ikut dukung," katanya.

Menurut Harmonis orientasi pasar ini disebabkan oleh mindset politisi di Indonesia yang selalu ingin bertahan. Selain itu dana atau budget politik pun berasal dari publik. Mau tidak mau partai politik akan mengikuti publik yang juga turut mendanai politik.

"Kan ada suara rakyat, suara tuhan, kalau dia mau hidup, eksis harus ikuti suara tuhan," katanya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo bersama pimpinan DPR memutuskan rencana revisi Undang-Undang KPK. Sikap itu menyusul ramainya penolakan dari publik. Setelah itu Partai Amanat Nasional yang sebelumnya mengikuti keputusan pemerintah, memutuskan untuk memutuskan menolak revisi UU KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement