REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Setya Novanto tengah menghadapi kasus pencatutan nama kepala negara terkait renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai Setnov layak mundur jika memang terbukti melanggar kepatutan dan etika yang berlaku.
"Bagi siapapun yang merasa sudah langgar kepatutan, dia layak untuk mundur," kata Haedar usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (24/11).
Menurut dia, kasus yang terjadi dapat dijadikan sebagai pembelajaran moral bagi semua elit bangsa agar dapat menjaga diri untuk tidak terlibat pada hal-hal yang melanggar aturan maupun etika. Ia juga menekankan, perlunya komitmen nasional agar para elit bangsa dapat menjaga kehormatan dan kepercayaan bangsa.
Seperti diketahui, Menteri ESDM Sudirman Said telah melaporkan oknum anggota DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres dalam perpanjangan kontrak PT Freeport. Belakangan ini pun diketahui nama yang dilaporkan oleh Sudirman merupakan Ketua DPR RI Setya Novanto.
MKD juga telah menggelar rapat tertutup membahas verifikasi rekaman suara yang diserahkan Sudirman pada Senin (23/11). Usai rapat, Ketua MKD Surahman Hidayat menyampaikan, MKD belum dapat memutuskan hasil dari rapat tersebut. Rekaman suara yang diserahkan Sudirman itu dinilainya berkualitas buruk sehingga mempersulit MKD.
"Belum dibahas (benar tidaknya SN mencatut nama Presiden). Tadi secara teknik juga memang, suaranya lemah," kata Surahman, Senin (23/11).