Rabu 18 Nov 2015 17:23 WIB

Pencatutan Nama Presiden, Pakar: Freeport Juga Nakal

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bayu Hermawan
Tambang bawah tanah PT Freeport
Foto: REPUBLIKA/Musiron
Tambang bawah tanah PT Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto, dengan pimpinan PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi polemik.

Setya Novanto diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait rencana divestasi saham Freeport Indonesia. Tidak hanya itu, pembicaraan itu juga sempat membahas soal kelanjutan Kontrak Karya PTFI di Indonesia.

Pakar pertambangan, Simon Sembiring melihat kasus ini secara berbeda. Menurutnya, bukan tidak mungkin Freeport juga tengah berusaha mencari celah untuk melakukan lobi-lobi ke sejumlah pihak, termasuk ke pimpinan DPR.

Lobi ini, ujar Simon, diduga kuat terkait dengan perpanjangan Kontrak Karya (KK) Freeport di Indonesia. Kecurigaan ini kian kuat lantaran pertemuan yang dilakukan di Ritz Charlton, Pacific Place, pertengahan Juni silam, adalah pertemuan ketiga antara Setya Novanto dengan pimpinan PT Freeport. Sebelumnya, pimpinan PT Freeport disebut sempat bertemu Setya Novanto di gedung DPR.

''Ini kan terus berkembang sampai akhirnya ke pertemuan ketiga ini, berarti kan dia (Freeport) ada maunya dong. Sebenarnya, nakal juga Freeport ini,'' kata Simon saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (18/11).

Simon menambahkan, dalam pertemuan-pertemuan itu, mungkin Freeport tidak mencapai kata sepakat dengan Setya Novanto, terkait dengan permintaan-permintaan politisi Partai Golkar yang sulit dipenuhi.

Tapi, pertemuan itu faktanya terus berlanjut.Selain itu, langkah Freeport melaporkan Setya Novanto ke Menteri ESDM, Sudirman Said, juga dinilai tidak tepat.

Jika memang dianggap ada pelanggaran, seperti praktek pemerasan atau meminta saham, seharusnya Freeport langsung melaporkannya ke penegak hukum.

''Kalau memang dia (Freeport) perusahaan bagus, kenapa terus diladeni. Kalau dia merasa ada yang salah, seharusnya langsung lapor saja ke KPK atau ke Kejaksaan Agung,'' ujar mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM tersebut.

Kendati begitu, Simon menegaskan, dirinya tidak mendukung Setya Novanto. Jika Setya Novanto terbukti bersalah, maka Setya memang harus mendapatkan sanksi yang tegas.

Saat ini, Majelis Kehormatan Dewan (MKD) tengah melakukan pemeriksaan terhadap surat laporan yang dilayangkan oleh Sudirman Said terkait pelanggaran etika yang diduga dilakukan Setya Novanto. Untuk itu, dalam melengkapi pemeriksaannya, Simon menyarankan, MKD juga harus memanggil Freeport.

''MKD harus memanggil Freeport juga guna melengkapi upaya pemeriksaan,'' ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement