REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabut asap yang semakin meluas di 5 provinsi dan 48 kabupaten/kota memaksa KPU mengubah format sosialisasi pilkada maupun kampanye Pilkada.
Hal ini tentunya diperuntukkan daerah yang terdampak dari kabut asap. Sebab, pekatnya kabut asap dapat mengancam konstestasi tahapan Pilkada serentak, baik dari penyelenggara, peserta Pilkada maupun masyarakat pemilih.
"Karena situasi ini maka harus diubah kegiatannya (kampanye dan sosialisasi) dengan pertemuan terbatas. Kecil-kecil dan frekuensinya lebih banyak," ujar Komisioner KPU Ida Budhiarti di Gedung Bawaslu Pusat, Jakarta, Senin (26/10).
Ia menuturkan hal tersebut terpaksa dilakukan agar penyelenggaraan tahapan pilkada masih tetap berjalan. Khususnya untuk kegiatan sosialisasi maupun kampanye yang sebelumnya dirancang melalui bentuk pagelaran kebudayaan, kesenian lokal ataupun olahraga bersama di ruangan terbuka.
"Tentu itu tidak bisa dilakukan di tengah kabut asap. Sehingga semestinya di ruangan tertutup," katanya.
Dilanjutkan Ida, pun halnya dengan kegiatan kampanye, maka tim kampanye pasangan calon maupun paslon disarankan untuk melakukan hal sama yakni di ruangan tertutup. "Kami sarankan itu, tentu dengan pertemuan terbatas di ruangan tertutup," ujarnya
Sedangkan untuk proses distribusi logistik, Ida mengungkapkan KPU akan mengantisipasi kendala yang memungkinkan proses distribusi logistik yakni dengan berkoordinasi dengan berbagai kepentingan.
Diantaranya, dengan pemangku kepentingan setempat seperti TNI, Polri, dan Pemda untuk melakukan pemetaan daerah rawan bencana untuk mengambil kebijakan strategis terkait mekanisme penyaluran logistik pungut hitung suara.
"Akan dicari solusi alternatif misalnya kalau tidak bisa ditempuh dengan sarana tranportasi udara logistik akan dilakukan melalui jalur darat atau laut," ujarnya.
Ia mencontohkan, kendala karena kabut asap juga telah menunda KPU Kabupaten Kaimana untuk menjalankan rekomendasi Panwas kabupaten Kaimana. Dimana, para komisioner terkendala pada saat perjalanan dari KPU Pusat untuk kembali ke daerahnya.
"Mereka ternyata tidak bisa pulang ke Kaimana karena faktor cuaca yang berasap sehingga tidak ada penerbangan. Setelah sampai di Kaimana mereka meminta waktu dalam pekan ini untuk berkomitmen melaksanakan keputusan Panwas," jelasnya.