Ahad 25 Oct 2015 15:32 WIB

DPD Pertanyakan Kontribusi Freeport bagi Rakyat Papua

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Bilal Ramadhan
 Ratusan massa yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi Stop Freeport di Silang Monas, Jakarta, Jumat (23/10).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ratusan massa yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi Stop Freeport di Silang Monas, Jakarta, Jumat (23/10). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD RI dari Papua Charles Simaremare mengatakan, menjadi hal yang sangat menarik membicarakan tentang Freeport, perusahaan raksasa milik AS yang sejak  60-an menambang.

"Kita tahu perusahaan ini mengangkut banyak sekali hasil tambang," ujarnya dalam diskusi Forum Senator untuk Rakyat (FSuR) bertajuk 'Rakyat Menuntut Hak kepada Freeport', di Restoran Dua Nyonya, Cikini, Jakarta, Ahad (25/10).

Namun, ia mempertanyakan, mengapa pada kenyataannya rakyat Papua masih terbelakang, bahkan menderita di tanahnya sendiri. "Sampai hari ini, kenapa rakyat Papua masih tetap terbelakang miskin dan menderita di atas tanah nya yang begitu subur dan kaya," lanjutnya.

Hal ini begitu miris, padahal di sana banyak perusahaan yang eksploitasi kekayaan tanah Papua. Ia begutu terhenyak, melihat kenyataan banyak orang di sekitar perusahaan tersebut mengalami kesulitan dan miskin.

Untuk itu, ia meminta hal yang harus segera dipecahkan bersama dalam hal kontrak karya. Charles mencatat ada beberapa poin, dimana jika dibedakan antara kedaulatan bangsa dengan perusahaan yang berinvestasi baik di Indonesia atau Papua harus dicermati.

"Karena sedikit kedaulatan kita seperti terintervensi seperti seolah kita enggak bisa leluasa," katanya menambahkan.

Ia menilai, ada beberapa fakta yang membuat indonesia tersandera atas investasi besar seperti Freeport yang menekan Indonesia. "Hal ini harus dipertanyakan," Charles menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement