Rabu 08 Jul 2015 21:45 WIB

Mahfud: Pemerintah Harus Buat Peraturan Cegah Politik Dinasti

Mantan ketua MK Mahfud MD mendatangi Gedng KPK, Jakarta, Jumat (6/2).
Foto: Republika/Wihdan H
Mantan ketua MK Mahfud MD mendatangi Gedng KPK, Jakarta, Jumat (6/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai pemerintah harus menyusun peraturan yang memuat sanksi bagi calon kepala daerah yang terbukti menggunakan fasilitas negara, melalui petahanan untuk memuluskan pencalonan Pilkada.

Hal itu disampaikan Mahfud, menanggapi keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) memutuskan aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahanan bertentangan dengan konstitusi.

"Menurut saya, Pemerintah bisa membuat PP sebagai panduan untuk melaksanakan itu. Bahwa apabila calon kepala daerah menggunakan kedudukan petahana untuk mengambil keuntungan, maka bisa dibatalkan pencalonannya dalam pilkada," kata Mahfud di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu (8/7).

Mahfud mengatakan dengan PP tersebut maka akan ada panduan bagi MK maupun pengadilan umum dalam menangani sengketa pilkada. Selama ini, MK kesulitan menangani sengketa yang diajukan oleh pasangan calon kalah di pemilihan.

"Kalau dulu MK memegang panduan meskipun semuanya harus terbukti dulu, tidak bisa dibatalkan karena punya pedoman yang harus signifikan lalu pembuktiannya menunggu pidana. Kalau ada PP yang mengatur seperti itu ya lebih gampang penerapannya di MK maupun pengadilan umum," jelasnya.

Terkait putusan MK yang membatalkan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota terkait kerabat petahana tidak boleh mencalonkan diri, Mahfud menilai langkah MK sudah tepat dalam menjaga hak konstitusional warga negara.

"Menurut saya, putusan MK ini sudah sangat tepat bahwa tidak boleh keluarga pejabat itu dilarang menjadi calon kepala daerah. karena bisa jadi dia punya kapasitas yang lebih bagus dari yang akan diganti," ujarnya.

Dia menjelaskan dalam Undang-undang Dasar 1945 diatur mengenai hak setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. "Maka tidak boleh ada larangan itu dan MK sudah benar memutuskan itu. Karena di dalam UUD 1945 itu disebut hak setiap orang, bukan setiap keluarga," jelasnya.

MK telah mengabulkan sebagian permohonan dari uji materi dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang diajukan oleh Adnan Purichta Ichsan yang merupakan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

Permohonan uji materi tersebut terkait ketentuan UU Pilkada yang melarang hubungan kekerabatan petahana untuk mencalonkan diri dalam pilkada serentak 2015.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ucap Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan MK di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement