Rabu 08 Jul 2015 20:51 WIB

MK Hapus Larangan Dinasti Politik, Pengamat: Bola Ada di Bawaslu

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Tahapan Pelaksanaan Pemilu. (dari kiri) Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, dan Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah saat diskusi di KPU, Jakarta, Selasa (30/6).
Foto: Republika/ Wihdan
Tahapan Pelaksanaan Pemilu. (dari kiri) Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, dan Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah saat diskusi di KPU, Jakarta, Selasa (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan dibatalkannya Pasal 7 huruf R Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015  tentang Pemilihan Kepala Daerah, menjadi tantangan bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi dan mencegah kecurangan dalam Pilkada serentak.

Sebab menurutnya Bawaslulah yang saat ini paling berperan mengawasi dan mencegah peluang kecurangan yang dilakukan petahana kepada calon kepala daerah dari kerabat petahana. "Bolanya ada di mereka (Bawaslu) sekarang, karena tantangan juga berada di pundak Bawaslu," ujarnya di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (8/7).

Menurutnya, dengan kondisi ini Bawaslu mesti memiliki strategi dan fokus pengawasan yang lebih visioner untuk menangkap dan mengantisipasi ruang-ruang kecurangan yang kemungkinan muncul dari petahana tersebut.

"Jadi tidak lagi melakukan pengawasan dibelakang meja, tetapi memang benar-benar mengawasi yang kemudian mencegah, mengantispasi dan menindak kalau ada penyalahgunaan terkait pencalonan kerabat petahana itu," jelasnya.

Ia mencontohkan beberapa kasus yang terjadi di daerah terkait kecurangan yang dilakukan oleh petahana di provinsi Banten dan Kota Tangerang Selatan dimana kemudian terjadi pemungutan suara ulang di seluruh TPS di wilayah tersebut. Ia berharap kejadian tersebut bisa menjadi pelajaran semua pihak agar tidak kemudian terulang kembali.

"Itu kan melibatkan petahana dan kerabatnya, di sudah ada cukup pembelajaran yang bisa menjadi referensi bagi Bawaslu," katanya.

Titi menambahkan di samping peran Bawaslu, perlu juga peran masyarakat sipil dalam membangun iklim Pilkada yang jujur dan adil tersebut. Masyarakat sipil juga diminta menkonsolidasikan diri agar tidak terbawa arus kepentingan dalam politik dinasti yang akan berkompetisi pada Pilkada nanti.

Sebelumnya, dalam sidang putusan MK Rabu (8/7) mengabulkan permohonan uji materi pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang berisi aturan konstusional calon kepala daerah agar tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dalam Pilkada.

MK menyebut pasal tersebut beserta penjelasannya memuat unsur diskriminatif sehingga bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement