REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dan tata negara, Irmanputra Sidin menilai dilegalkannya keluarga petahana untuk ikut dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), telah menjadi koreksi konstitusional. Terutama terhadap Undang-Undang (UU) Pilkada yang berlaku sertamerta.
"Dengan putusan ini maka tidak ada alasan lagi bagi penyelenggara pilkada untuk menolak bagi siapapun keluarga petahana termasuk hubungan kekerabatan lainnya untuk dapat menjadi calon kepala daerah," jelasnya kepada Republika, Rabu (8/7).
Seperti diketahui, MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 7 huruf R Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pilkada. Uji tersebut berkaitan dengan konstitusionalitas aturan bagi calon kepala daerah agar tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dalam Pilkada.
Dalam pertimbangannya juga disebutkan bahwa UUD 1945 memberikan hak yang sama kepada seluruh warga negara untuk menggunakan hak konstitusionalnya yakni hak untuk dipilih, sehingga materi dalam pasal tersebut jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan terdapat muatan diskriminatif kepada warga negara.
Dalam putusannya, MK menilai materi yang ada dalam pasal 7 huruf r tersebut bertentangan dengan undang-undang dasar (UUD 1945) yakni pasal 28 J, di mana terdapat muatan diskriminatif.