REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi menunda sidang uji materi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), akibat dari tidak hadirnya ahli dari pihak pemohon dan pemerintah.
"Baik, karena dari pemohon dan pemerintah tidak bisa menghadirkan ahli, maka sidang akan kami tunda sampai pada Rabu 27 Mei 2015. Dengan demikian sidang selesai," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (19/5).
Ada pun agenda sidang kali ini adalah untuk mendengarkan keterangan ahli baik dari pihak pemohon dan pemerintah. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) sebagai pemohon menjelaskan bahwa semula pihaknya akan menghadirkan dua ahli, yaitu Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Eddy O.S. Hiariej serta ahli dari Komnas HAM.
"Prof. Eddy tidak berkenan hadir karena sedang ada tugas di Yogyakarta. Sedangkan dari Komnas HAM pada awalnya bersedia menjadi Ahli, namun dalam perjalanannya pihak Komnas HAM menyatakan tidak bisa hadir," jelas Viktor salah seorang anggota FKHK.
Sementara itu pihak pemerintah juga memohon Majelis Hakim untuk menunda kehadiran ahli, dan meminta Majelis untuk diperkenankan menghadirkan ahli pada sidang selanjutnya.
Sebelumnya pemohon menyebutkan bahwa gugatannya ini terkait dengan pimpinan KPK yang berstatus tersangka kemudian harus diberhentikan oleh Keputusan Presiden.
Pemohon menyebutkan bahwa Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa seorang tersangka haruslah dianggap benar sebelum ada putusan pengadilan yang sudah bersifat tetap, mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht.
Pemohon juga menilai bahwa tidak ada satu ketentuan pun di dalam Undang-Undang Kepolisian maupun Kejaksaan yang mensyaratkan bahwa ketika pimpinan polisi maupun kejaksaan menjadi seorang tersangka itu diberhentikan secara sementara.
Oleh sebab itu pemohon merujuk kepada asas praduga tak bersalah, kemudian asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law. Dalam petitumnya, pemohon meminta Mahkamah supaya Pasal 32 ayat (2) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.