REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, Muhammad Najib Azca Najib menyarankan Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) melakukan deradikalisasi organik, yakni yang berbasis kelompok dan kekuatan masyarakat.
"Harusnya deradikalisasi itu organik, berbasis pada kelompok dan kekuatan masyarakat setempat. Tidak bisa masyarakat setempat diperlakukan sebagai obyek saja, tetapi juga harus terlibat," katanya, di Jakarta, Rabu (25/3).
Ia menilai selama ini BNPT dan pihak terkait belum melakukan penanganan radikalisasi di daerah secara sistematis melibatkan masyarakat untuk menjadikan kelompok radikal musuh bersama, melainkan hanya mengedepankan aspek-aspek seremonial.
BNPT dan aparat hukum, ujar dia, lebih banyak menggunakan operasi militer dalam menangani kelompok radikal dan dalam operasi militer itu terjadi beberapa kasus salah sasaran yang merugikan masyarakat sehingga memunculkan resistensi pada aparat penegak hukum.
"Mereka datang dari luar untuk memerangi kelompok radikal, tetapi malah mengenai masyarakat, nah ini penanganan justru memperbesar perlawanan masyarakat lokal," ucap dia.
Ia berpendapat operasi militer untuk menangkal kelompok radikal memang diperlukan untuk melemahkan kekuatan bersenjata, tetapi hal itu tidak cukup menumpas kelompok radikal hingga ke akar karena gerakan tersebut menyangkut ideologi.
Untuk itu, ia menuturkan deradikalisasi harus dilakukan secara sosiokultural dengan pendekatan dorongan masyarakat dan pemahaman ideologi.
Sekali lagi dia menekankan pentingngya peran masyarakat, terutama tokoh agama untuk mengimbau masyarakat menjadi garda terdepan menangkal kelompok radikal.
"Itu yang tidak ada sampai saat ini, pelibatan tokoh-tokoh masyarakat yang kuat di sana. Mereka yang harus berada di depan dan bersama-sama dengan negara melawan kelompok teroris itu," tutur dia.