REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat dari Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berpotensi menerima dampak terberat dari kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"UMKM terutama usaha mikro dengan sendirinya akan menerima dampak yang terburuk, karena naiknya suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang justru akan membuat usaha mereka semakin berat," kata Suroto di Jakarta, Senin (17/11) malam.
Pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi Rp 2.000 per liter, sehingga harga premium menjadi Rp 8.500 per liter dan solar Rp 7.500 per liter sejak 18 November 2014 pukul 00.00 WIB.
Menurut dia, kebijakan itu akan memberatkan UMKM yang selama ini justru menjadi "bumper" perekonomian Indonesia.
"UMKM harus menghadapi kenaikan harga bahan baku dan inputan lain. Dan itu diperparah dengan daya beli pembeli yang pendapatannya merosot akibat inflasi. Sementara beban mereka akan membuat usaha mereka terseok," Suroto.
Kenaikan harga BBM, kata dia, juga menaikkan biaya transportasi sehingga menyebabkan kenaikan bahan pangan dan hampir semua komoditas.
Hal itu kemudian berimplikasi pada daya beli masyarakat, sehingga harus diantisipasi agar tidak menambah populasi penduduk miskin dan jumlah pengangguran. Kebijakan tersebut, juga berkontribusi pada penurunan pendapatan riil dan konsumsi rumah tangga.
"Kesimpulannya kenaikan BBM akan berdampak jangka pendek dan jangka panjang, baik secara makro maupun mikro ditinjau dari kinerja ekonomi nasional," tuturnya.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan regulasi riil yang dapat diimplementasikan secara nyata, sehingga dampak negatifnya dapat diperkecil.
Produsen UMKM juga dinilai perlu meningkatkan efisiensi untuk menekan biaya produksi, agar harga "output" yang dihasilkan bisa bersaing di pasar domestik maupun luar negeri. "Kami menyarankan agar ada subsidi BBM bagi angkutan kecil, nelayan, dan UMKM, khususnya yang bergabung dalam koperasi," ujarnya.
Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan dan regulasi yang menurunkan PPn bagi KUMKM agar mampu berproduksi dengan harga output sesuai dengan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, produsen UMKM juga harus bisa meningkatkan efisiensi untuk menekan biaya produksi, agar harga output yang dihasilkan bisa bersaing di pasar domestik maupun luar negeri.