REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar, Firman Soebagyo meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terburu-buru menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Presiden Jokowi mestinya lebih dulu menjalankan strategi penyelamatan APBN yang pernah digembar-gemborkan PDI Perjuangan.
"Buku putih Fraksi PDIP harus dilakukan pemerintah dulu," kata Firman kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (3/11).
Buku putih Fraksi PDIP dikeluarkan saat partai berlambang banteng moncong putih itu ngotot menolak kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikan harga BBM bersubsidi. Dalam buku putih tersebut, PDIP meminta pemerintah berupaya menyelamatan anggaran negara tanpa mencabut subsidi BBM.
"Pos-pos dievaluasi, (juga) biaya operasional kerjasama perusahaan asing, penyimpangan subsidi BBM," kata Firman menyinggung argumentasi PDIP yang menolak kenaikan BBM bersubsidi di era SBY.
Anggota Fraksi PDIP DPR RI ini menyarankan Jokowi membenahi berbagai penyalahgunaan BBM bersubsidi yang dilakukan para mafia migas. Sebab menurutnya para mafia penimbun BBM bersubsidi sudah semakin merajalela.
"Kasat mata BBM kita disalahgunakan dengan penimbunan, terbesar di Batam harus jadi perhatian khusus pemerintah," ujarnya.
Saat kampanye Jokowi juga berjanji untuk tidak buru-buru menaikan harga BBM begitu dia dilantik menjadi presiden. Firman berpendapat saat ini bukan momen yang tepat bagi pemerintah menaikan BBM bersubsidi. Pemerintah harus mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan.
"Kita minta pemerintah pertimbangkan lebih dalam," ucapnya.
Seperti diketahui pada Juni 2013 lalu, Fraksi PDIP di DPR membagikan buku saku yang berisi penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Buku yang dibagikan kepada para wartawan di DPR tersebut membuat berbagai strategi yang bisa dijalankan pemerintah untuk menyelamatkan APBN. PDIP yakin betul bahwa menaikan hara BBM bersubsidi bukan solusi menyelamatkan APBN.