REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mencegah keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam jaringan gerakan Islam radikal, Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan jajaran terkait agar mencegah keberangkatan WNI ke negara-negara Timur Tengah.
Caranya, pemerintah lewat Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) akan lebih selektif menerbitkan paspor dan visa.
"Kemenkumham akan selektif menerbitkan paspor dan bekerja sama dengan kedutaan Timur Tengah untuk tidak mudah memberlakukan visa," kata Menko Polhukam, Djoko Suyanto menirukan arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet terbatas, Ahad (14/9).
Presiden juga menginstruksikan kepada seluruh instansi yang terkait untuk mengikuti dan memonitor lalu lintas nama-nama yang sudah ada di dalam inventarisasi Polri yang saat ini ada di Suriah.
“Jadi namanya ada, datanya ada, dan itu harus diikuti terus apakah mereka ada di sana atau kembali,” jelasnya.
Sejauh ini, berdasarkan catatan Polri, sudah ada empat orang WNI yang meninggal karena berjuang di Suriah.
Presiden SBY juga menekankan pentingnya mengawasi Warga Negara Asing (WNA), dan juga pengetatasan pengawasan terhadap napi terorisme di Lembaga – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di tanah air.
Alasannya, ada laporan yang menyebutkan sejumlah WNI yang berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS adalah mereka yang telah menjalani masa hukuman sebagai narapidana dalam kasus terorisme.
"Ada instruksi untuk membatasi kunjungan dan gerak-gerik para napi terorisme," katanya.
Presiden SBY juga meminta dilakukannya peningkatan pengawasan di daerah-daerah yang memiliki potensi konflik seperti Poso, Jatim, Ambon, dan Jateng.
Ditekankan pula, upaya soft power yang dalam beberapa waktu terakhir telah dilaksanakan oleh Kementerian Agama tetap dijalankan untuk mencegah ISIS berkembang di tanah air.