Selasa 28 Jan 2020 09:10 WIB

Kesetaraan Gender di Dunia Kerja Diakui Positif Bagi Bisnis

Perempuan mewakili setengah populasi tetapi masih kurang terwakili di berbagai sektor

Red: Nur Aini
Kesetaraan Gender
Foto: www.worldvision.org
Kesetaraan Gender

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak perusahaan di dunia masih enggan mempekerjakan lebih banyak perempuan di kantor maupun di fasilitas produksinya karena berbagai alasan, lalu apakah kesetaraan gender itu buruk atau positif bagi pertumbuhan bisnis?

Perusahaan produk perawatan kesehatan (health care) Procter & Gambler (P&G), yang sudah bertahun-tahun berusaha menyeimbangkan porsi pekerja pria dan perempuan di perusahaan, tak meragukan hal itu dan mengakui bahwa kesetaraan gender baik bagi bisnis.

Baca Juga

"Setelah berada di P&G selama lebih dari 25 tahun, saya bekerja dengan banyak perempuan inspiratif. Saya telah melihat sendiri bagaimana keanekaragaman mengarah pada hasil bisnis yang lebih baik," kata Magesvaran Suranjan, President P&G AMA (Asia Pacific, Middle East & Africa) dalam World Economic Forum 2020 di Davos yang berlangsung pada 21-24 Januari yang lalu.

Suranjan mengakui keadaan sekarang jauh lebih baik, di mana kesetaraan gender semakin diprioritaskan oleh perusahaan, industri dan pemerintahan di seluruh dunia. Perempuan merupakan setengah dari populasi, tetapi masih kurang terwakili di berbagai sektor. Menurut laporan Gender Gap Forum Ekonomi Dunia, yang mengukur kesetaraan lintas ekonomi, kesehatan, politik dan pendidikan, perlu lebih dari 100 tahun untuk mencapai kesetaraan gender berdasarkan kondisi saat ini.

Menurut Suranjan, ada tiga cara untuk mendorong kesetaraan gender, pertama, mulailah membicarakan secara terbuka mengenai hak istimewa pria dan bias yang tak disadari dalam memandang perempuan.

"Hari ini, 74 persen pria ragu untuk membahas kesetaraan gender. Kami perlu meningkatkan statistik ini dan secara terbuka berbicara tentang hak istimewa laki-laki, bias yang tidak disadari, dan kesetaraan gender," kata Suranjan dalam siaran pers, Selasa.

Kedua, diperlukan kebijakan progresif di tempat kerja untuk memungkinkan kesetaraan di rumah tangga. Banyak perusahaan di seluruh dunia mengembangkan praktik dan kebijakannya untuk menciptakan lebih banyak budaya inklusif dan tempat kerja yang setara gender.

Saat ini, wanita sering menghadapi "beban ganda pekerjaan"--memulai dan mengakhiri hari dengan pekerjaan seperti memasak, membersihkan dan merawat anak-anak & orang tua, selain pekerjaannya yang digaji. Pada 2015, misalnya, 79 persen pria berpikir bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan wanita. Pada 2018, turun menjadi 52 persen.

Ketiga, semua orang perlu berbagi ketidakpuasan dan memimpin perubahan.

"Kita harus memperbaiki kebijakan yang menahan perempuan ke tempat kerja. Kami membutuhkan intervensi budaya yang mendukung laki-laki sebagai mitra setara di rumah. Kita perlu merasa tidak puas dengan sedikit perbaikan hari ini," ajak Suranjan.

"Kita harus menolak untuk menerima peran dalam asosiasi atau forum eksternal jika perempuan tidak terwakili dengan baik," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement