Rabu 10 Jun 2015 10:15 WIB

Jadi Panglima TNI, Pengamat: Gatot Nurmantyo Paham 'Proxy Ciber War'

KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo memberikan penghargaan kepada delapan prajurit berprestasi.
KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo memberikan penghargaan kepada delapan prajurit berprestasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi menyodorkan nama KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo ke DPR, untuk menjadi panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Jenderal Gatot menyisihkan KSAL Laksamana Ade Supandi dan KSAU Marsekal Agus Supriyatna.

Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati menilai, keputusan Presiden Jokowi yang menggunakan hak prerogatif harus dihargai. "Saya rasa pengangkatan Jenderal Gatot Nurmantyo ini sudah melalui penilaian yang matang dari Presiden, karena itu hak prerogatifnya. Presiden tentu sudah memiliki perhitungan sendiri melalui berbagai indikator-indikator penentunya," katanya kepada Republika Online, Rabu (10/6).

Menurut Susaningtyas, sosok Gatot memang layak untuk diberi kesempatan memegang komando tertinggi matra AD, AL, dan AU. Pasalnya, tantangan ancaman Indonesia sekarang ini, juga terkait dengan perang asimetrik. Dan Gatot, kata dia, paham dengan masalah itu.

"Saya rasa Pak Gatot bagus untuk situasi kondisi saat ini. di mana eskalasi ancaman negara ini lebih bersifat proxy cyber war. Lebih dsri itu, Gatot kedepankan tentara profesional dan tak berpolitik, tapi harus paham politik agar tak salah dalam mengatur arah kepemimpinannya. Beliau juga paham proxy war yang kini sangat mengkhawatirkan," kata anggota Komisi I DPR periode 2009-2014 tersebut.

Susaningtyas pun memuji figur mantan panglima Kostrad tersebut sebagai jenderal yang memiliki kemampuan lengkap. "Gatot Nurmantyo seorang jendral AD yang profesional dann intelektual, beberapa kali menjadi pembicara di perguruan tinggi, seperti di UI dan Unpad. Pemikirannya mengenai bagaiamana kita antisipasi proxy war sangat menarik."

Selain itu, lanjut dia, Gatot dikenal sangat rajin mengunjungi prajuritnya di berbagai pelosok negeri. Hal itu dilakukan untuk tetap menjaga kekompakan dan menjadikan prajurit yang profesional tak larut dalam politik.

"Kelak ketika sudah duduk sebagai panglima TNI harus lepas dari semangat ego sektoral, dia harus berpikir secara trimatra, mikirin semua matra bukan matranya sendiri. Kemajuan alutsista harus berjalan linier dengan pembangunan SDM dalam TNI," saran Susaningtyas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement