Rabu 20 May 2015 19:55 WIB

Sah! UU Pilkada Direvisi

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Esthi Maharani
pilkada
pilkada

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR RI akhirnya ketuk palu untuk tetap melakukan revisi UU nomor 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati (UU Pilkada). Keputusan tersebut didapat saat rapat tertutup anggota komisi bidang pemerintahan tersebut, pada Rabu (20/5).

Dalam pengambilan keputusan, seluruh anggota fraksi dari Koalisi Merah Putih (KMP) setuju amandemen. Sedangkan anggota fraksi dari Koalisi Merah Putih (KIH) memilih untuk menolak rencana tersebut.

Anggota Komisi II dari fraksi Golkar, Dadang S. Muchtar mengungkapkan, keputusan kali ini, mengakhiri perdebatan soal rencana perevisian. Kata dia, sekitar 17 dari 50 anggota Komisi II, menandatangani usulan revisi. Termasuk satu anggota dari fraksi partai Demokrat.

"Jumlah itu (17 anggota) sudah cukup (untuk mengusulkan perevisian)," kata Dadang, kepada wartawan, di gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu (20/5).

Ketua Komisi II, Rambe Kamarulzaman, menjelaskan, karena sifat usulan perevisiannya berasal dari anggota, dan sudah disepakati di komisi, tak ada alasan bagi pemerintah untuk menahan perevisian.

Pasca-disepakati untuk direvisi, usulan tersebut akan diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR, untuk menentukan kapan pembahasan revisi tersebut akan kembali dilakukan oleh Komisi II.

"Kita kirimkan secepatnya. Biar cepat selesai juga," ujar dia.

Anggota Komisi II dari fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo mengatakan PDI Perjuangan tetap menolak perevisian.

"Sebagai anggota partai, kami semua (anggota fraksi PDI Perjuangan) tidak setuju (perevisian)," ujar dia.

PDI Perjuangan punya dua alasan mengapa UU Pilkada tersebut tak perlu direvisi. Pertama, kata dia adalah soal waktu. Kedua, jika alasan perevisian adalah untuk menyelamatkan kepesertaan Golkar dan PPP dalam Pilkada 2015, itu tak perlu dilakukan. Sebab, menurut dia, konflik di internal masing-masing partai tersebut, tidak punya hubungan dengan kepentingan publik.

Menurut Arif, rebutan kepengurusan dua partai besar itu, ialah konflik para elite partai masing-masing yang memaksa publik dan pemerintah untuk terlibat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement