REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sistem Informasi Peta Peruntukan Lahan Perkebunan atau Si Perut Lapar masuk nominasi Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2019. Kompetisi itu digelar oleh Kementerian Pendayagunaan Negara Aparatur dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) RI.
Si Perut Lapar sendiri menampilkan informasi kesesuaian lahan dan komoditas mulai dari lahan sesuai (S1), cukup sesuai (S2), kurang sesuai (S3), dan tidak sesuai (N). Tak hanya itu, Si Perut Lapar juga dirancang untuk memperlihatkan faktor pembatas untuk kelas lahan di luar S1.
Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, kehadiran Si Perut Lapar berkorelasi positif terhadap peningkatan penggunaan lahan tanam S1. Sebelum Si Perut Lapar hadir, pada 2015, sebanyak 80 persen (390.534 hektare) dari luas tanam 488.167 hektare (Ha), komoditas perkebunan ditanam pada lahan diluar S1. Setelah Si Perut Laper hadir, kata dia, pada 2016 sampai saat ini, terjadi peningkatan arah pemanfaatan lahan S1 sebesar 40 persen dan penurunan arah pemanfaatan lahan S2 dan S3 sebesar 60 persen.
"Peningkatan penggunaan lahan S1 dan penurunan penggunaan lahan S2 dan S3 menjadi indikator keberhasilan Si Perut Lapar," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil saat mempresentasikan inovasi Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat itu kepada tim panel independen di Ruang Rapat Sriwijaya I KemenPAN-RB, Senin (8/7/) lalu.
Namun, Emil pun tidak menampik bahwa masih ada petani Jawa Barat yang tidak melek digital. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Pemprov Jawa Barat mengombinasikan Si Perut Lapar dengan Desa Digital, yang jadi salah satu upaya gerakan membangun desa (Gerbang Desa).
Selain itu, kata dia, Pemprov Jawa Barat menginstruksikan para perangkat desa untuk menyampaikan informasi terkait penggunaan Si Perut Lapar kepada para petani, atau warga desa, melalui infrastruktur digital yang ada di desa."Aplikasi ini bottom-up. Jadi, ada penyuluh desa terlibat, kepala desa terlibat, kepala dinas terlibat, pebisnis, tidak hanya petani, bahkan nanti hasil kebunnya bisa juga dijual secara digital," kata Emil.
Emil mengatakan, tanah Pasundan mempunyai lahan subur dan cocok untuk perkebunan, baik di dataran rendah, sedang, maupun tinggi. Namun, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hal itu terlihat dari keluh kesah petani soal hasil produksi yang rendah.
Persoalan tersebut, kata Emil, muncul karena komoditas yang ditanam tidak sesuai dengan kondisi lahan. Maka itu, Pemprov Jawa Barat memberikan solusi dengan menghadirkan Si Perut Lapar. Si Perut Lapar sendiri nantinya akan memverifikasi komoditas dengan dimensi geografis lokasi lahan, atau sebaliknya.
"Di Jawa Barat ini kami masih mendapati ada sampai 78 ribu hektare lahan 'nganggur.' Mengapa? Karena warganya tidak hafal mau menanam apa, jenis apa, laku apa tidak," kata Emil.
Situasi tersebut, kata dia, berimbas pada masalah lingkungan. Sebab, kesalahan menanam komoditas akan menyebabkan kerusakan lingkungan.